TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) Dewata Bali terpaksa menerima keputusan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi yang meniadakan program mudik gratis ke Banyuwangi pada 2025 dengan perasaan pasrah.
"Kami mendapat telepon langsung dari Dinas Perhubungan (Dishub) Banyuwangi bahwa mudik gratis ditiadakan tahun ini. Katanya, sempat diajukan ke pemerintah pusat, tetapi tidak disetujui," kata Sekretaris Jenderal Ikawangi Dewata, Lulut Joni Prasojo, Jumat (14/3/2025).
Akibat peniadaan program mudik gratis ini, Lulut mengaku kecewa dan sedih. Bagaimana tidak, program ini sangat dinantikan dan telah banyak dirasakan manfaatnya oleh warga Banyuwangi yang merantau di Bali.
"Padahal, mudik gratis ke Banyuwangi telah delapan kali digelar sebagai program rutin sejak 2014. Hanya berhenti sementara saat pandemi Covid-19 merebak," tuturnya.
Pria yang telah merantau di Pulau Dewata selama 20 tahun itu juga mengungkapkan bahwa peniadaan program mudik gratis ini menjadi kendala bagi masyarakat. Banyak anggota Ikawangi Dewata yang hendak mudik secara mandiri tetapi terkendala kondisi fisik.
Lulut mencontohkan salah satu anggotanya, Hari. Di usianya yang menginjak 55 tahun dengan seorang anak berusia 10 tahun, mudik secara mandiri menggunakan sepeda motor tentu tidak memungkinkan.
"Dia bingung bagaimana bisa mudik ke kampung halamannya di Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Lulut, program mudik gratis juga berkontribusi dalam mengurangi volume kendaraan saat arus mudik Lebaran. Bahkan, program ini dinilai mampu menekan angka kemacetan dibandingkan jika masyarakat harus mudik secara mandiri, yang memakan waktu lebih lama. Terlebih lagi, masyarakat bisa lebih berhemat daripada harus menggunakan angkutan umum untuk mudik.
"Program ini juga cukup membantu mengurangi kemacetan dan kecelakaan. Pemerintah dan kepolisian pun lebih ringan tugasnya karena setiap tahun hampir tidak ada insiden berarti," ungkapnya.
"Jika menggunakan bus, tiket berkisar Rp180 ribu per orang, sedangkan travel Rp250 ribu hingga Rp300 ribu. Tarif tersebut terbilang cukup mahal, dan penumpang juga tidak bisa leluasa bepergian karena tidak dapat membawa sepeda motor ke kampung halaman," imbuh Lulut.
Selain itu, lanjut Lulut, mayoritas penumpang yang diangkut oleh bus mudik gratis adalah ibu dan anak. Oleh karena itu, program ini sangat bermanfaat bagi banyak keluarga.
"Kami pasrah karena tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan. Hanya bisa berharap tahun depan program ini diadakan kembali," harapnya. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |