Kopi TIMES

Refleksi Merah Putih

Rabu, 18 Agustus 2021 - 20:12
Refleksi Merah Putih Hamy Wahjunianto, Ketua Bidang Pengembangan Kepemimpinan DPN Partai Gelora Indonesia.

TIMES BANYUWANGI, SURABAYA – Sebelum dan sesudah Perang Dunia (PD) I, ada peristiwa-peristiwa yang sangat penting bagi masyarakat yang mendiami bumi Pertiwi.

Peristiwa pertama adalah berdirinya Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912. Ormas Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan ini memiliki kontribusi yang luar biasa dalam perang merebut maupun mempertahankan kemerdekaan.

Kyai Mas Mansur menjadi tokoh Empat Serangkai bersama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantoro dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia.

Ki Bagus Hadikusumo didukung Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo menjadi penentu konsensus nasional penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi dasar sekaligus menetapkan Pancasila sebagai dasar negara.

Dalam melakukan perjuangan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan kontribusi Muhammadiyah terbesar melalui Jenderal Soedirman adalah perang gerilya, dan melahirkan Tentara Nasional Indonesia, sehingga beliau mendapat gelar Bapak Tentara Nasional Indonesia.

Gerakan cinta tanah air ini bermodalkan spirit Hizbul Wathan atau Kepanduan Tanah Air yang dirintis tahun 1918, di mana Jenderal Soedirman menjadi pandu utamanya.

Dalam aksi mempertahankan Indonesia dari serbuan kembali Belanda di DIY dan Jawa Tengah para tokoh Muhammadiyah menggerakkan aksi Angkatan Perang Sabil (APS), yang merupakan perlawanan umat Islam yang luar biasa militan demi mempertahankan bangsa dan tanah air.

Peristiwa kedua adalah lenyapnya 3 imperium besar dari peta dunia, yakni Imperium Turki Utsmaniyah, Imperium Tzar Uni Soviet, dan Imperium Astro Hongaria akibat kalah dalam PD I yang berkecamuk pada tahun 1914-1918.

Salah satu yang menjadi catatan penting usai PD I adalah lenyapnya 3 imperium besar dunia dan pada saat yang hampir bersamaan lahir banyak nation state atau negara bangsa di Timur Tengah.

Kurang dari 2 tahun sebelum berakhirnya PD I, diplomat Prancis François Georges-Picot dan diplomat Inggris Sir Mark Sykes membuat new map atau peta baru di Timur Tengah.

Dalam perjanjian yang disebut dengan Sykes-Picot Agreement ini Britania Raya, Perancis, dan dibantu oleh Uni Soviet mendiskusikan pengaruh dan kendali mereka di Asia Barat setelah jatuhnya Imperium Turki Utsmaniyah pada Perang Dunia I yang telah diprediksi sebelumnya. 

Perjanjian yang ditandatangani tanggal 16 Mei 1916 itu secara efektif membagi daerah-daerah Arab yang selama ini berada di bawah kekuasaan Imperium Turki Utsmaniyah sehingga kelak negara-negara baru tersebut dapat dikendalikan dengan mudah oleh Inggris atau Prancis. 

Hal yang menarik dari Sykes-Picot Agreement ini adalah bahwa new map atau peta baru bekas daerah kekuasaan Imperium Turki Utsmaniyah sudah dibuat dan ditandatangani oleh Britania Raya dan Perancis pada saat PD I masih berlangsung.

Yang menjadi tujuan utama Sykes-Picot Agreement itu adalah berdirinya negara Israel dan negara Jordania sebagai buffer zone nya. Selain itu adalah untuk menguatkan pengaruh Britania Raya dan Perancis di kawasan Timur Tengah paska PD I.

Peristiwa ketiga adalah berdirinya ormas Nahdlatul 'Ulama', organisasi Islam terbesar di Indonesia, pada tanggal 31 Januari 1926. Ormas Islam yang didirikan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari ini berupaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah

Pada masa penjajahan Belanda, KH Hasyim Asy'ari senantiasa berkomunikasi dengan tokoh-tokoh muslim dari berbagai penjuru dunia untuk melawan penjajahan, seperti dengan Pangeran Abdul Karim al-Khatthabi (Maroko), Sultan Pasha Al-Athrasi (Suriah), dan Muhammad Amin al-Husaini (Palestina).

Hasilnya pada tanggal 22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asy'ari dan sejumlah ulama di kantor NU Jatim mengeluarkan Resolusi Jihad. Karena itulah KH. Hasyim diancam hendak ditangkap Belanda. Namun KH Hasyim tak bergeming, beliau memilih bertahan mendampingi Lasykar Hizbullah dan Sabilillah melawan penjajah.

Akibat Resolusi Jihad tersebut, terjadi baku tembak di Surabaya pada tanggal 30 Oktober 1945 yang mengakibatkan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby. Terbunuhnya Komandan Brigade 49 Divisi India dengan kekuatan ± 6.000 pasukan ini memicu keluarnya ultimatum Inggris dan meledaknya Pertempuran 10 November 1945 yang fenomenal itu.

Semangat dakwah antikolonialisme sudah melekat pada diri KH. Hasyim Asy'ari sejak belajar di Makkah, ketika jatuhnya Imperium Turki Utsmaniyah di Turki. Menurut Muhammad Asad Syihab (1994), KH. Hasyim pernah mengumpulkan kawan-kawannya, lalu berdoa di depan Multazam, berjanji menegakkan panji-panji keIslaman dan melawan berbagai bentuk penjajahan.

Sikap anti penjajahan juga sempat membawa KH. Hasyim masuk bui ketika masa penjajahan Jepang. Waktu itu, kedatangan Jepang disertai kebudayaan 'Saikerei' yaitu menghormati Kaisar Jepang "Tenno Heika" dengan cara membungkukkan badan 90 derajat menghadap ke arah Tokyo setiap pagi sekitar pukul 07.00 WIB.

Budaya itu wajib dilakukan penduduk tanpa kecuali, baik anak sekolah, pegawai pemerintah, kaum pekerja dan buruh, bahkan di pesantren-pesantren. Bisa ditebak, KH. Hasyim menentang karena beliau menganggapnya 'haram' dan dosa besar. Inilah yang menyebabkan KH. Hasyim dimasukkan penjara.

Peristiwa keempat adalah terobosan politik yang paling monumental yang pernah dikenal dunia selain Marshal Plan, yakni Sumpah Pemuda. Disebut sangat monumental karena para founding fathers melakukan sesuatu yang seharusnya sangat sulit dan rumit menjadi sangat mudah dan indah.

Mereka yang semula adalah rumpun-rumpun, etnis-etnis, dan kerajaan-kerajaan kecil dengan mudah melebur dan menyatu menjadi satu bangsa, yakni bangsa Indonesia. Blending budaya dan blending etnis itu sesungguhnya adalah hal yang sangat sulit dan rumit untuk dilakukan, tapi menjadi sesuatu yang mudah dan indah bagi para founding fathers kita.

Yang lebih rumit dan sulit lagi adalah menanggalkan baju kerajaan dan kesultanan untuk digantikan dengan baju yang bernama Indonesia. Tapi itupun dilakukan dengan mudah oleh para raja dan sultan di seluruh Nusantara.

Hal lain yang juga sangat luar biasa dihasilkan oleh Konggres Sumpah Pemuda pada tanggal 27-28 Oktober 1928 itu adalah memilih bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia, bukan bahasa Jawa. Peserta dari Jong Java, termasuk Ketua Konggres yang berasal dari suku Jawa, yakni Soegondo Djojopuspito, menerima dengan lapang dada keputusan menjadikan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia.

Begitu monumentalnya Sumpah Pemuda ini hingga ada sejarawan yang mengatakan," Sulit membayangkan ada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 jika tidak ada peristiwa Sumpah Pemuda yang mendahuluinya pada tanggal 28 Oktober 1928.

Para founding fathers kita telah mendemonstrasikan kepada kita bagaimana berkorban untuk Indonesia. Mereka juga telah menunjukkan kepada kita bagaimana hidup rukun di tengah perbedaan.

Peristiwa Sumpah Pemuda meneguhkan bahwa tidak ada masalah sama sekali antara Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahkan sejarah mencatat bahwa para pemuka agama dan umat beragamalah yang saat itu dengan sangat gigih berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan

Dalam menghadapi perjuangan para pemuka agama ini, penjajah Belanda menyematkan stigma radikalis dan fundamentalis kepada mereka. 

Peristiwa Sumpah Pemuda juga menegaskan bahwa berbagai suku dan etnis yang ada di Nusantara ini adalah laksana ratna mutu manikam dan untaian zamrud khatulistiwa bagi Ibu Pertiwi. Dengan demikian dari perspektif sejarah, demografi, budaya, dan sumber daya alam, Indonesia ini sejatinya memiliki DNA bangsa besar. 

Indonesia membutuhkan SDM unggul dan pemimpin hebat agar kita tidak lagi terbang terlalu rendah sementara langit di atas Bumi Khatulistiwa ini begitu tinggi. Kalau Vladimir Putin dalam waktu kurang dari 20 tahun berhasil mengembalikan kejayaan Rusia hingga menjadi kekuatan keempat dunia, setelah terpuruk karena Uni Soviet kalah dalam perang Afghanistan pada tahun 1990, 

Maka dengan SDM unggul dan pemimpin hebat, kita pun insya Allah bisa membawa Indonesia menjadi kekuatan kelima dunia. Gelorakan Semangat Indonesia. (*)

*) oleh: Hamy Wahjunianto, Ketua Bidang Pengembangan Kepemimpinan DPN Partai Gelora Indonesia.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Banyuwangi just now

Welcome to TIMES Banyuwangi

TIMES Banyuwangi is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.