https://banyuwangi.times.co.id/
Berita

Di Momen HUT ke-77 RI, Indonesia Belum Merdeka dalam Penegakan Hukum

Kamis, 18 Agustus 2022 - 09:44
Di Momen HUT ke-77 RI, Indonesia Belum Merdeka dalam Penegakan Hukum Ilustrasi - belum merdeka dari hukum. (FOTO: washilah.com)

TIMES BANYUWANGI, JAKARTA – Di momen HUT ke-77 RI ini, Fahri Hamzah menyampaikan, Indonesia belum sepenuhnya menjadi negara hukum, apalagi merdeka dalam bidang hukum pada usia kemedekaannya yang ke-77.

Bahkan kata dia, saat ini Indonesia dinilai sudah menjadi negara kekuasaan, dimana kekuasaan itu selalu mengintervensi dalam proses penegakan hukum.

"Kasus penggeledahan rumah mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump beberapa waktu lalu, bisa menjadi contoh mengenai penggunaan kekuasaan di Indonesia. Penggeledahan ini belum pernah terjadi dalam sejarah Amerika," katanya dalam keterangan resmi, Kamis (18/8/2022).

Saat berkuasa sebagai Presiden AS, lanjut politikus Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia itu, Trump dinilai sangat keterlaluan karena menabrak konsepsi-konsepsi dasar sebuah negara republik dan demokrasi di Amerika.

"Sikap politiknya banyak melakukan intervensi, dan Amerika ingin mengembalikan cita rasa sebagai negara hukum dan negara demokrasi," jelasnya.

Mantan wakil DPR RI itu memandang, kejadian serupa juga bisa saja terjadi di Indonesia. Sebab, penegakan hukum di Indonesia kerap dijadikan permainan politik yang melibatkan operasi intelejen.

"Bisa jadi akan ada investigasi tentang penggunaan kekuasaan suatu saat nanti, sehingga kita perlu hati-hati dalam penegakan hukum," jelasnya.

Belum Merdeka Secara Hukum

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman dari Fraksi Partai Demokrat menilai, Indonesia belum merdeka dalam penegakan hukum karena masih kental dengan aroma kekuasaan.

Padahal, kata Benny, para pendiri bangsa sudah meletakan landasan hukum dengan kekuasan, untuk mencapai tujuan bangsa, dan bukan tujuan penguasa itu sendiri.

"Penerapan konsep kekuasaan yang menjadikan hukum sebagai panglima (rechtsstaat) masih barang langka, ketimbang menjadikan hukum sebagai alat penguasa atau negara kekuasaan (machtssaat)," kata Benny.

Ia mengatakan, para pendiri bangsa telah memberikan landasan untuk mencapai tujuan kekuasaan yang harus berlandaskan pada hukum.  "Dengan begitu, tidak ada penyelenggara kekuasaan membuat tujuan dengan melanggar prinsip dasar bernegara itu sendiri,"  jelasnya.

Berkaca dari prinsip tersebut, tegas Benny, sebenarnya Indonesia belum merdeka. Terlebih dalam pembentukan hukum sendiri masih banyak mengadopsi produk hukum asing.

"Jadi dari prespektif ini, belum merdeka, dan hukum dibikin tanpa melibatkan rakyat. Rakyat hanya melaksanakan, dan juga bukan sumber dari jiwa rakyat. Hadirnya sudah tak adil apalagi penerapannya, juga tak adil," ujarnya.

Butuh Juru Bicara Hukum

Selain itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengusulkan adanya juru bicara hukum yang bisa menjelaskan terhadap berbagai persoalan hukum guna mengevaluasi kondisi penegakan hukum saat ini.

"Kita membutuhkan banyak orang, istilah saya menjadi juru bicara hukum, menjadikan hukum sebagai barometer tindakan, jadi tidak hanya main kekuasaan saja. Tapi berkomentar juga harus ada ukurannya, sehingga hukum jadi obyektif," kata Refly.

Dengan adanya juru bicara hukum itu, lanjutnya, akan terjadi dialog di masyarakat mengenai sebuah tindakan yang harus ditindaklanjuti dengan proses penegakan hukum.

"Saya melihat ini, ada beberapa tantangan atau hambatan bisa jadi penegakan hukumnya tambah rumit, karena masih ada budaya feodalismenya. Tetapi, paling tidak memberikan warna cerah, yang memberikan kepastian dan membuat negeri kita ini semakin terbuka," ujarnya.

Menurut Refly, masih banyak hal yang harus dibenahi dalam penegakan hukum di Indonesia saat ini. Diantaranya, aspek Institusi penegak hukum sendiri seperti Pengadilan, Kepolisian, KPK masih banyak mengalami berbagai kendala.

"Para pejabatnya sendiri, agak sulit mengembangkan kariernya kalau tidak dekat dengan pejabat publik. Jarang sekali penegak hukum yang trusted," terangnya.

Begitupun, lanjut dia, dari aspek culture hukum sendiri yang mana diketahui masyarakat kurang menghargai.

Contohnya saja, seorang makin berkuasa malah meminta keistimewaan dalam tertib lalulintas. Misalnya, meminta plat kendaraan khusus agar bebas dari aturan lalulintas. "Pejabat yang melanggar hukum lama sekali prosesnya, sedangkan rakyat langsung ditindak," katanya.

Meski kondisi yang begitu parah, tambah Refly, setidaknya sekarang ini masih ada ruang untuk kebebasan menyampaikan pendapat dibandingkan masa Orde Baru.

"Kalau zaman Orba kita bisa ditangkap kalau bicara keras seperti ini. Jadi saat ini hanya ruang demokrasi yang tersisa, dari sedikit harapan untuk berbicara," ujarnya di momen peringatan HUT ke-77 RI kali ini. (*)

Pewarta : Moh Ramli
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Banyuwangi just now

Welcome to TIMES Banyuwangi

TIMES Banyuwangi is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.