TIMES BANYUWANGI, BLITAR – Di tengah hingar-bingar perkembangan zaman, sebuah upacara adat di Banyuwangi, Jawa Timur, masih terus dilestarikan. Salah satunya adalah ritual Tari Seblang Bakungan yang berada di Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah yang dipercaya dapat membawa keberuntungan, kesejahteraan dan kesuburan bagi masyarakat setempat.
Ritual Tari Seblang Bakungan ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat. Mbah Supani, seorang penari Seblang Bakungan yang telah mengabdikan hidupnya untuk mempertahankan warisan budaya ini, menjadi tokoh sentral dalam ritual yang dilangsungkan secara turun-temurun.
Namun, Mbah Supani telah berpulang ke pangkuan Sang Pencipta. Dia menghembuskan nafas terakhirnya di usia 73 tahun.
Suasana slametan dan makan bersama di rangkaian Ritual Tari Seblang Bakungan Banyuwangi. (FOTO: Fazar Dimas/TIMES Indonesia)
Meskipun telah kehilangan sosok Mbah Supani, roda tradisi ritual Tari Seblang Bakungan terus berputar. Dalam upaya menjaga warisan budaya yang berharga ini, seorang penari yang bernama Mbah Aisyah tampil sebagai pengganti yang menjanjikan.
“Mbah Aisyah masih satu garis keturunan dengan Mbah Supani,” kata Ketua Adat Seblang Bakungan Heri Purwoko atau biasa dipanggil Pak Pur, Senin, (10/7/2023).
Ritual Tari Seblang yang diadakan pada Minggu, (9/7/2023) malam, tampak dalam penampilan perdananya, Mbah Aisyah dengan penuh semangat untuk menjaga kelangsungan ritual yang memiliki makna mendalam itu, berhasil menarik perhatian masyarakat Bumi Blambangan untuk datang dan menyaksikan secara langsung penampilannya yang anggun dan energik.
Perlu diketahui, Tari Seblang Bakungan adalah simbol kekuatan dan kebersamaan masyarakat, khususnya warga Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur. Dengan hadirnya Mbah Aisyah sebagai penari baru dalam upacara adat ini, diharapkan keindahan dan keajaiban budaya di kabupaten yang terletak di paling ujung timur Pulau Jawa untuk tetap hidup dan dikenal oleh generasi-generasi mendatang sekaligus menjadi daya tarik wisata yang tak ternilai di Banyuwangi.
Sebelum memulai tari seblang, warga bakungan melakukan ziarah ke makam Mbah Witri yang merupakan tokoh leluhur, dan dilanjutkan ke sumber penawar.
Diteruskan dengan sholat magrib berjamaah, lalu berkeliling desa (ider bumi) disertai pawai oncor-oncoran dengan memutus aliran listrik di lingkungan desa. Suasana sakral pun sangat terasa dalam perhelatan ini.
Setelah itu, warga bakungan menyuguhkan sesajen yang terdiri dari tumpeng, pecel pitik, tumpeng ketan parutan kelapa muda dan gula merah, suruh kinangan ayu, kembang Dermo atau untaian bunga, tumpeng takir, boneka, topi petani, cemeti, singkal, kelapa gading, tebu hitam, sekar setaman, serta kemenyan yang terus dibakar selama Ritual Seblang berlangsung. Bersamaan, masyarakat melakukan makan bersama disepanjang jalan desa.
Selanjutnya, sekumpulan orang membacakan doa dan mantra untuk si penari Seblang. Sesaat kemudian penari mengalami hilang kesadaran dan dibawa ke pentas seni dengan menari-nari mengikuti irama gending yang mengiringinya.
Seorang penari Seblang menari selama 3 jam lebih dengan diiringi gending dan syair yang dibawakan sinden. Gendingnya yaitu Seblang lakento, podo nonton, kodok ngorek, kembang menur, kembang pepe, kembang gadung, kembang abang, layar-layar Kumendung, Sukmo ilang, mendem gadung, manjer kiling, jaran dawuk, ugo-ugo dan erang-erang.
Saat memasuki momen penghujung acara, penari seblang menari-nari dengan membawa dua buah keris yang diacung-acungkan kekanan dan kekiri yang memiliki arti mengusir segala macam penyakit baik manusia, hewan, dan tumbuhan.
Heri Purwoko menambahkan, bahwa tujuan diselenggarakannya Ritual Tari Seblang Bakungan selain untuk uri-uri tradisi, tarian juga ini sebagai memperkuat identitas diri kita.
"Tarian Seblang Bakungan bertujuan untuk bersih desa, rasa ucap syukur kepada Tuhan, serta berdoa agar diberi ketenangan, kedamaian, keamanan dan kemudahan dalam mendapatkan rezeki halal, serta dijauhkan dari segala marabahaya,” imbuhnya.
Sebagai Informasi, Di Banyuwangi, ritual Seblang hanya bisa ditemui di dua desa yang berada di area Kecamatan Glagah. Dua desa itu adalah Desa Bakungan dan Desa Olehsari.
Meski demikian, terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua ritual adat Seblang ini. Yang membedakan adalah waktu pelaksanaan dan sang penarinya. Olehsari menyelenggarakan seblang pada satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri, sedangkan Desa Bakungan digeber setelah Hari Raya Idul Adha.
Selain berbeda waktu, pementasan tari seblang di dua desa juga memiliki perbedaan dari segi penari. Desa Olehsari mengharuskan penari seblang seorang perempuan yang masih perawan (gadis), sedangkan Desa Bakungan mengharuskan penarinya seorang perempuan yang sudah menopause. (*)
Pewarta | : Fazar Dimas Priyatna |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |