TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Keberhasilan Kabupaten Banyuwangi meraih penghargaan tata kelola terbaik tahun ini dinilai sebagai pencapaian penting yang tidak hanya mencerminkan kerja cerdas pemerintah daerah, tetapi juga menjadi momentum memperkuat kepercayaan publik.
Ya, hal itu disampaikan akademisi Universitas Islam Ibrahimy Banyuwangi, Emi Hidayati, yang menilai penghargaan tersebut harus dibaca sebagai pijakan untuk memperkuat tata kelola pemerintahan yang responsif, tanggung, dan berkelanjutan.
Menurut Emi, prestasi tersebut merupakan buah dari proses panjang pembangunan birokrasi yang akuntabel dan inklusif. Namun, penghargaan ini dinilai tidak boleh berhenti sebagai simbol seremonial semata.
“Penghargaan ini seharusnya menjadi momentum untuk meneguhkan kembali komitmen ekologis daerah dan memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah,” kata Emi, Kamis (4/12/2025).
Emi menyebut bahwa publik hari ini menuntut pemerintah yang tidak hanya efisien, tetapi juga adaptif terhadap kebutuhan masyarakat dan perubahan lingkungan yang semakin tidak pasti.
Mantan anggota DPRD Banyuwangi ini, mengingatkan hal itu dengan dua prinsip dalam good enviromental governance, yaitu responsiveness dan robustness.
Responsiveness sendiri berarti kemampuan pemerintah menanggapi sinyal-sinyal sosial dan ekologis dengan cepat dan tepat. Sementara robustness adalah ketahanan sistem tata kelola lingkungan dalam menghadapi tekanan jangka panjang.
“Banyuwangi sudah berada di jalur ini. Kita melihat responsivitas pemerintah daerah dalam mitigasi bencana, pengendalian kebakaran hutan, manajemen sampah berbasis komunitas, hingga peningkatan kesiapsiagaan perubahan iklim,” jelas Emi.
Upaya tersebut, masih Emi, menjadi indikator bahwa pemerintah mampu membaca dinamika sosial ekologis dan meresponsnya dengan kebijakan yang tepat.
Kendati demikian, Emi menilai konsistensi tetap menjadi kunci. Masih terdapat wilayah yang belum merasakan pemerataan informasi dan kebijakan lingkungan.
“Responsif itu penting, tetapi harus merata. Jangan sampai ada desa yang tertinggal dalam akses mitigasi maupun edukasi lingkungan,” ujarnya.
Di sisi lain, prinsip robustness juga harus terus diperkuat. Emi mengutip gagasan para pakar tata kelola lingkungan yang menyebut bahwa ketangguhan sistem sangat diperlukan untuk menghadapi risiko jangka panjang.
Banyuwangi, dengan modal sosial dan ekologinya, tetap menghadapi tantangan seperti tekanan pariwisata, potensi eksploitasi sumber daya, hingga degradasi pesisir dan hutan.
“Ketangguhan tata kelola harus dibangun melalui kebijakan adaptif dan keberanian menolak praktik pembangunan yang tidak ramah lingkungan,” tegas Emi.
Penghargaan yang diterima Banyuwangi, menurut Emi, bukan tanda bahwa pekerjaan selesai, melainkan legitimasi bahwa arah pembangunan sudah benar dan harus diperkuat.
Emi juga menyoroti bahwa tata kelola Banyuwangi tidak berdiri sendiri secara administratif, tetapi diperkuat oleh budaya lokal, teknologi, dan keterlibatan komunitas.
Tradisi agraris Osing, gotong royong, dan kesadaran ekologis masyarakat dinilai menjadi modal penting untuk mendukung kebijakan pemerintah yang berkelanjutan.
“Interaksi positif antara pemerintah dan masyarakat lokal adalah kunci keberhasilan tata kelola lingkungan yang partisipatif,” cetus Emi.
Meski demikian, apresiasi ini harus dibarengi sikap kritis. Emi mengingatkan sejumlah persoalan yang masih menjadi PR besar, seperti ketimpangan akses air bersih, potensi konflik lahan, sampah rumah tangga, hingga tekanan dari pariwisata massal.
“Kritik konstruktif penting agar Banyuwangi tidak terjebak pada zona nyaman sebagai daerah berprestasi,” ucapnya.
Emi juga menyinggung relevansi pesan Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol Rama Samtama Putra, dalam sebuah Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Optimalisasi Peran Ormas dan Potmas dalam Mewujudkan Kamtibmas Menuju Banyuwangi Sejahtera”. Menurutnya, isu lingkungan tidak dapat dipisahkan dari stabilitas sosial.
“Ketahanan ekologi adalah bagian dari ketahanan sosial. Konflik perebutan sumber daya sangat mungkin mengganggu keamanan publik,” bebernya.
Lebih lanjut, Emi menegaskan bahwa penghargaan yang diterima Banyuwangi adalah ruang refleksi bersama. Apresiasi perlu disandingkan dengan komitmen memperbaiki tata kelola secara berkelanjutan.
“Tantangan Banyuwangi sekarang adalah memastikan tata kelola yang responsif dan robust ini terus hidup, tumbuh, dan diwariskan. Itu yang akan membuat kepercayaan publik benar-benar menguat,” tutupnya. (*)
| Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |