TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Suasana Dusun Tojo Kidul, Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, mendadak heboh setelah seekor kambing jantan lahir dengan satu mata pada Kamis (27/11/2025). Hewan milik Suhailik itu, sontak menjadi pusat perhatian warga karena tampil dengan kondisi yang tak lazim.
Momen tak biasa itu, terjadi saat Suhailik tengah membantu proses kelahiran kambing betinanya. Proses awal berjalan normal, namun suasana berubah ketika salah satu anak kambing tampak memiliki mata tunggal tepat di bagian tengah wajah.
“Saya benar-benar bingung waktu lihat. Matanya cuma satu di bagian tengah, bentuk wajahnya juga tidak seperti kambing normal. Baru pertama kali seumur hidup saya melihat yang begini,” kata Suhailik, Kamis (27/11/2025).
Suhailik menceritakan, tiga anak kambing lahir pada hari itu. Dua di antaranya tampak sehat, sedangkan satu lainnya menunjukkan ciri kelainan langka menyerupai cyclopia, sebuah kondisi ketika dua bola mata gagal berkembang secara terpisah.
Kabar kelahiran abnormal tersebut langsung menyebar ke berbagai sudut kampung. Warga berdatangan bergantian, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, karena penasaran ingin melihat hewan tersebut secara langsung.
“Banyak yang datang, anak-anak sampai orang tua pada penasaran. Mereka tidak percaya sebelum lihat sendiri,” ujar pria berusia 50 tahun itu.
Meski kondisinya rentan, anak kambing bermata satu itu tetap dirawat dengan penuh perhatian. Pemberian susu dilakukan secara rutin, sementara suhu tubuhnya terus dijaga agar tetap stabil.
Fenomena hewan lahir dengan kelainan langka memang pernah terjadi di sejumlah tempat, tetapi setiap kemunculannya selalu memicu rasa ingin tahu warga karena dianggap jarang.
Hingga beberapa jam setelah kelahiran kambingnya, halaman rumah Suhailik masih ramai oleh warga yang ingin menyaksikan langsung kambing bermata satu tersebut.
Namun, anak kambing yang sempat diberi nama Sehati, oleh kepala dusun setempat itu, meninggal setelah beberapa jam kelahirannya.
Istri Suhailik, Supriani, mengaku sedih ketika mengetahui hewan langka itu mati. Meski terpukul, perempuan berusia 45 tahun itu mencoba ikhlas dengan kejadian tersebut.
“Sedih sekali rasanya. Padahal kami ingin merawatnya sebaik mungkin. Ya mau gimana lagi, mungkin memang tidak bisa bertahan. Kami ikhlaskan, yang penting sudah kami rawat sebisanya,” tuturnya. (*)
| Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |