TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Aroma kopi khas Robusta akan segera menyeruak dari Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi pada Sabtu (8/11/2025) lusa. Desa adat Suku Osing itu bakal kembali menggelar Festival Ngopi Sepuluh Ewu, salah satu agenda unggulan dalam kalender Banyuwangi Festival (B-Fest).
Tahun ini, panitia menyiapkan 1 kuintal kopi jenis Robusta hasil perkebunan Bumi Blambangan untuk diseduh dan dinikmati ribuan pengunjung.
Kopi tersebut dibeli dari para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan pengusaha kopi lokal, sebagai bentuk dukungan terhadap produk asli daerah.
“Nantinya kopi akan kami sebar ke warga-warga yang tinggal di kanan-kiri jalan sebelum festival,” kata Ketua Panitia Festival Ngopi Sepuluh Ewu, Moh Edy Saputro, Kamis (6/11/2025).
Seperti tahun-tahun sebelumnya, jalan utama Desa Kemiren akan ditutup total selama festival berlangsung. Sepanjang jalan akan dipenuhi 300 meja dan kursi yang disusun rapi di tepi jalan, menjadi tempat bagi warga dan wisatawan untuk menikmati kopi secara gratis.
Tradisi ini selalu berhasil memikat ribuan orang untuk datang. Mereka menikmati hangatnya kopi sembari menyatu dengan suasana malam yang syahdu dan budaya masyarakat Suku Osing yang kental.
Edy menjelaskan, bubuk kopi akan disalurkan ke rumah-rumah warga di sepanjang jalan utama desa. Warga inilah yang nantinya akan menyeduh dan menyajikan kopi kepada siapapun yang datang berkunjung.
“Satu kuintal kopi itu akan dikemas per 100 atau 200 gram. Kopi dan gula akan dibagikan ke setiap meja dua kali, sebelum acara dimulai dan sekitar 30 menit setelah berlangsung,” jelasnya.
Menariknya, meski bukan daerah penghasil kopi, warga Kemiren memiliki tradisi kuat dalam menyuguhkan minuman ini kepada tamu. Setiap rumah di desa adat ini hampir dipastikan memiliki satu set cangkir kemarik yang diwariskan secara turun-temurun.
“Jumlah kepala keluarga di Kemiren sekitar 1.100. Kalau satu keluarga memiliki setidaknya selusin cangkir, jumlahnya bisa lebih dari 10 ribu cangkir,” ungkap Edy.
Menurut Edy, cangkir-cangkir itu bukan sekadar wadah, melainkan simbol budaya yang sarat makna. Dalam setiap suguhan kopi, tersimpan nilai luhur warga Osing yakni suguh, gupuh, lungguh yang berarti menyambut tamu dengan suguhan dan keramahan.
“Kebiasaan menyuguhkan kopi ini mencerminkan jati diri warga Kemiren yang selalu ramah dan terbuka pada tamu,” cetusnya.
Festival Ngopi Sepuluh Ewu sendiri bukan hanya ajang menikmati kopi, tetapi juga ruang bagi wisatawan untuk merasakan kehangatan budaya Osing yang hidup di setiap cangkir yang disuguhkan. (*)
| Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |