Kopi TIMES

Menyoal Peleburan Taspen dan Asabri ke BPJS

Rabu, 24 Mei 2023 - 22:10
Menyoal Peleburan Taspen dan Asabri ke BPJS Ananda Rizki Dwi Putri Suhadi, S.Ked; Dokter Muda Universitas Hang Tuah Surabaya; Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan Universitas Hang Tuah Surabaya.

TIMES BANYUWANGI, SURABAYA – Tidak terasa tahun ini usia BPJS Kesehatan kita telah mencapai 9 tahun. Harus diakui, kehadiran BPJS Kesehatan telah membantu masyarakat untuk menikmati layanan kesehatan di negeri kita.

Jika sebelumnya banyak pasien yang tak berani berobat karena tidak ada biaya, sekarang BPJS Kesehatan membantu pembiayaan pengobatan. Memang BPJS Kesehatan masih punya kekurangan dan kita semua yang merasa menjadi pemilik BPJS Kesehatan perlu memberikan masukan dan usulan agar layanannya menjadi lebih baik.

Diskursus tentang rencana peleburan PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) dan Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) ke dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) masih mengemuka di ruang publik. Rencana pengalihan yang sedianya paling lambat 2029 itu sudah harus difikirkan dari sekarang.

Pertanyaan yang patut diajukan, apakah pengalihan program PT Taspen dan Asabri ke BPJS itu sesuai dengan yang seharusnya.

Proses perwujudan cita-cita proklamasi tentang peningkatan kesejahteraan dalam bentuk intervensi negara baru terjadi setelah kita melangkah maju melalui Perubahan UUD 1945 pada tahun 2000-2002. Yakni dengan diadopsinya pasal 34 baru dalam Bab XIV yang berjudul “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”. Wujud negara kesejahteraan dalam model program kesejahteraan telah diperintahkan dalam bentuk yang lebih universal dan modern, yaitu program jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan.

Secara lebih konkret ditekankan tentang kewajiban bahwa “Negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”, dan “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Sebelumnya, dalam perubahan kedua tahun 2000, telah dimuat pasal 28 H ayat (3) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.

Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 dan konsiderans Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS), dalam huruf a, b, c, dan d mengamanatkan pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial tersebut. Tetapi kemudian secara berbeda dari amanat UUD 1945 menentukan bahwa BPJS yang dibangun tersebut melakukan transformasi keempat BUMN untuk mempercepat terselenggaranya SJSN bagi seluruh rakyat Indonesia.

Transformasi dimaksud terlihat dengan pasal 65 yang memerintahkan semua pengelolaan program Tabungan Hari Tua dan Pensiun yang ada harus dialihkan ke BPJS selambat lambatnya tahun 2029.

Menjadi pertanyaan, benarkah UUD 1945 dengan filosofi yang dianut dan kenyataan sosiologis akan perbedaan tingkat perkembangan sosial berdasar kelompok masyarakat yang berbeda secara ekonomi dan sosial kultural, mengamanatkan jaminan sosial secara nasional dikelola oleh satu Badan Hukum yang bernama BPJS tersebut dan apakah mampu dilakukan sesuai timeline yaitu selambat lambatnya tahun 2029?

Pemuatan pasal 28 H ayat (1), (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang menyebut “hak setiap orang atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia bermartabat dan untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”, memang secara tegas menjadi tujuan Undang-Undang BPJS. Yakni, agar sistem jaminan sosial tersebut dilaksanakan atas dasar persamaan dan nondiskriminasi (equality and nondiscrimination).

Yang menjadi masalah utama dan perlu diperhatikan adalah konstitusionalitas pasal 65 UU BPJS yang mengharuskan pengalihan tugas PT Taspen dan PT Asabri ke dalam BPJS selambat lambatnya tahun 2029 yaitu 6 tahun lagi. Terdapat konflik norma dimana ketentuan ini dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang SJSN, yang mengamanatkan politik hukum yang harus dijalankan tentang adanya sistem jaminan sosial yang bersifat nasional. Bukan memerintahkan adanya satu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional sebagaimana ditentukan dalam undang-undang a quo, yaitu BPJS.

Dapat disimpulkan bahwa Pasal 65 UU BPJS yang memerintahkaan pengalihan program asuransi sosial kepada BPJS adalah bertentangan dengan UUD 1945.

Lalu timeline yag seharusnya selambat lambatnya tahun 2029 apakah mampu dikejar di tengah problematik BPJS mengenai aturan ataupun BPJS yang konon mengalami defisit. Peleburan Taspen dan Asabri ke BPJS seharusnya memberi dampak positif untuk kepentingan masyarakat namun pemerintah dalam membuat kebijakan seharusnya memperhatikan pula situasi dan kondisi perekonomian saat ini.

Kondisi BPJS yang berbeda pada waktu UU tersebut dibuat dan dengan melihat bagaimana perkembangan BPJS sekarang apakah malah tidak memberatkan kinerja BPJS dan akan menjadi problematik baru?

***

*) Oleh: Ananda Rizki Dwi Putri Suhadi, S.Ked; Dokter Muda Universitas Hang Tuah Surabaya; Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan Universitas Hang Tuah Surabaya.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Banyuwangi just now

Welcome to TIMES Banyuwangi

TIMES Banyuwangi is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.