TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Peran guru dan sekolah dalam mengembangkan pendidikan multikultural sangat penting.
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan merupakan lembaga yang berfungsi menanamkan kesadaran di kalangan generasi muda akan identitas dirinya, identitas kolektifnya serta menumbuhkan calon warga negara yang baik dan terpelajar di dalam masyarakat yang homogen ataupun yang majemuk.
Sementara itu guru bertujuan untuk melatih dan mendisiplinkan pikiran peserta didik, memberikan pendidikan moral dan agama, menanamkan kesadaran nasionalisme dan patriotisme, menjadi warga negara yang baik, bahkan untuk rekreasi. Dengan demikian guru memiliki peranan penting dalam pendidikan multikultural karena ia merupakan salah satu target dari strategi pendidikan ini.
Kesulitan memprediksi karakteristik masyarakat yang akan datang, karena dalam era global ini perkembangan masyarakat tidak linier lagi sehingga memerlukan lembaga pendidikan dan guru yang memiliki kesadaran multikultural, yaitu kesadaran untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada mereka yang berbeda kebutuhannya. Oleh karena itu, guru dan pihak sekolah perlu memahami berbagai kebutuhan peserta didik.
Salah satunya yaitu peran guru dan sekolah dalam membangun paradigma keberagamaan. Guru merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif dan moderat di persekolahan, karena seorang guru yang memiliki paradigma pemahaman keberagamaan yang moderat akan mampu untuk mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman tersebut kepada peserta didik di sekolah.
Peran guru dalam hal ini meliputi: Pertama, seorang guru harus mampu bersikap demokratis, artinya dalam segala tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif (bersikap tidak adil atau menyingung) peserta didik yang menganut agama yang berbeda dengannya. Kedua, guru seharusnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama.
Selain guru, peran sekolah juga sangat penting dalam membangun lingkungan pendidikan yang pluralis dan toleran terhadap semua pemeluk agama. Untuk itu, sekolah sebaiknya memperhatikan; Pertama, sekolah sebaiknya membuat dan menerapkan undang-undang lokal, yaitu undang-undang sekolah yang diterapkan secara khusus di satu sekolah tertentu.
Dengan diterapkannya undang-undang ini diharapkan semua unsur yang ada seperti guru, kepala sekolah, pegawai administrasi dan peserta didik dapat belajar untuk selalu menghargai orang lain yang berbeda agama di lingkungan mereka.
Kedua, untuk membangun rasa saling pengertian beragama antar peserta didik sekolah diharapkan berperan aktif dalam menggalakkan dialog keagamaan dengan bimbingan guru-guru. Ketiga, buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan di sekolah, sebaiknya adalah buku-buku yang dapat membangun wacana peserta didik tentang pemahaman keberagamaan yang moderat.
Yang selanjutnya ada peran guru dan sekolah dalam menghargai keragaman bahasa juga, yaitu Seorang guru harus memiliki sikap menghargai “keragaman bahasa” dan mempraktikkan nilai-nilai tersebut di sekolah, sehingga dapat membangun sikap peserta didik agar mereka selalu menghargai orang lain yang memiliki bahasa, aksen, dan dialek yang berbeda.
Oleh karena itu, seorang guru harus menunjukkan sikap dan tingkah laku yang selalu menghargai perbedaan bahasa yang ada, dengan demikian diharapkan lambat laun para peserta didik juga akan mempelajari dan mempraktekkan sikap yang sama.
Yang terakhir nih...peran guru dan sekolah dalam membangun sensitivitas gender Dalam pendidikan multikultural, pendidikan memiliki peran yang sangat strategis untuk membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan membangun sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan19.
Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki peran dalam membangun kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai kesadaran gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan di sekolah dengan cara; Pertama, guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang kesetaraan gender.
Wawasan ini penting karena guru merupakan figur utama yang menjadi pusat perhatian peserta didik di kelas, sehingga diharapkan mampu bersikap adil dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik perempuan maupun laki-laki. Kedua, seorang guru dituntut untuk mampu mempraktikkan nilai-nilai keadilan gender secara langsung di kelas atau di sekolah. Ketiga, sensitif terhadap permasalahan gender di dalam maupun di luar kelas.
Sementara itu, sekolah juga memiliki peran yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai tentang kesetaraan dan keadilan gender dengan cara: Pertama, sekolah harus memiliki dan sekaligus menerapkan undang-undang sekolah anti diskriminasi gender.
Kedua, sekolah harus berperan aktif untuk memberikan pelatihan gender terhadap seluruh staff termasuk guru dan peserta didik agar penanaman nilai-nilai tentang persamaan hak dan sikap anti diskriminasi gender dapat berjalan dengan efektif.
Ketiga, untuk memupuk dan menggugah kesadaran peserta didik tentang kesetaraan gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan, maka pihak sekolah dapat mengadakan acara-acara seminar atau kegiatan social lainnya yang berkaitan dengan pengembangan kesetaraan gender.
***
*) Oleh: Esti Arineng Tyas, Mahasiswi Desa/ Tadris Bahasa Indonesia, Institut Agama Islam Darussalam, Blokagung, Tegalsari, Banyuwangi.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Faizal R Arief |