TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur, dulu tak pernah diperhitungkan. Bahkan, pemuda setempat cenderung lebih memilih jadi perantau. Mereka sama sekali tak tertarik dengan potensi komoditas buah naga yang ada.
Maklum, menjadi petani kala itu memang kurang menjanjikan. Dipandang sebelah mata lantaran sulit membawa kesejahteraan ekonomi. Namun, memasuki tahun 2013 semua berubah 180 derajat. Tepatnya ketika komoditi buah naga mulai dikembangkan.
“Buah naga mulai dikembangkan di dusun ini tahun 2013 dan booming tahun 2016,” ucap Edy Purwoko alias Edy Lusi, petani buah naga setempat, Minggu (27/2/2022).
Edy, yang kini didapuk sebagai Ketua Persatuan Petani Buah Naga Banyuwangi (Panaba), bercerita. Kisah kejayaan tanaman jenis hortikultura tersebut berawal dari kepulangannya dari perantauanya menjadi TKI di Korea. Melihat prospek yang cukup menjanjikan, dia menanam buah naga dilahan seluas seperempat hektar.
“Saat itu, masih banyak anggapan miring tentang tanaman buah naga,” kenangnya.
Berbekal keyakinan, tantangan demi tantangan dihadapi Edy dengan penuh kesabaran. Kesulitan pemasaran dikali pertama proses budidaya pun tak pernah dia anggap sebagai hambatan.
“Keunggulan buah naga ini, sekali tanam, bisa panen tiap bulan. Lompatan harga buah naga pun sangat tinggi,” ungkapnya.
Gayung bersambut. Semakin tingginya minat pasar pada komoditi buah naga, juga mendapat dukungan inovasi serta kehadiran Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, melalui Dinas Pertanian dan Pangan. Tercetus Program Puting Sinaga (Penggunaan Lampu Tingkatkan Produksi Buah Naga), yang merupakan inovasi dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banyuwangi, masuk Top 99 Kompetisi Sistem Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) yang digelar oleh Kemenpan RB RI.
Pancapaian tersebut selanjutnya mengantarkan Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, menjadi Kampung Petrokimia.
“Kini, bukan hanya hasil yang kami nikmati, tapi juga banyak masyarakat luar daerah datang untuk belajar budidaya buah naga. Dan kami di Panaba, selalu terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk belajar budidaya buah naga,” ucap pria aktif dalam Jambore Petani Muda ini.
Tak berhenti disitu. Selain jujukan study, kebun buah naga milik Edy pun mendadak menjadi jujugan wisata. Pengunjung lokal maupun luar daerah banyak berdatangan untuk menikmati kesegaran buah naga Banyuwangi, dengan memetik langsung di kebun budidaya.
Di balik penghasilannya yang mencapai puluhan juta per bulan, dia mengaku ada kerja keras. Menjalankan aktivitas pertanian yang tak sekadar menanam. Tapi juga menyelami karakter buah naga.
“Makanya tiap hari saya harus ke sawah. Meski hujan, atau tengah malam, tanaman buah naga harus dijenguk,” ujarnya.
“Yang susah adalah untuk bisa memaksimalkan tanaman buah naga menjadi industri, atau sebagai sumber penghasilan tiap bulan yang pakem,” imbuhnya.
Edy menegaskan, dengan perjalanan yang panjang. Kini profesi petani buah naga tak lagi bisa dianggap remeh. Jika tidak percaya, datang saja ke Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi.
“Dulu petani di sini bingung jika ingin beli mobil, tapi sekarang, mereka bingung pilih merk mobil,” seloroh bapak dari Galang, Salsa dan Dio ini.
Berkat inovasi yang dilakukan, pria kelahiran Banyuwangi, 1 Agustus 1979 ini, bukan hanya mengalami peningkatan pendapatan. Namun juga banyak meraih penghargaan. Salah satunya, Penghargaan Wirausaha Tangguh 2021, dari PLN. Dan, aktif sebagai pembicara dalam kegiatan seminar atau diskusi di berbagai daerah di Indonesia.
Dari beragam pencapaian, menurut Edy, ada yang paling membanggakan. Yakni mampu membuat dirinya berperan serta mengharumkan nama Banyuwangi. Diantaranya, Banyuwangi menyabet prestasi Nasional, sebagai ‘Pengguna Lampu Tingkatkan Potensi Masyarakat 2021.
“Prestasi ini tentu, tak lepas dari kerja keras kami petani buah naga Banyuwangi,” cetusnya. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Faizal R Arief |