TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Subur dan luasnya tanah di Banyuwangi, membuat Bumi Blambangan menjadi penghasil cabai terbesar dan dicap sebagai lumbung cabai nasional hingga menjadi penyangga kebutuhan cabai untuk pasar kota besar.
Menurut data yang dipaparkan Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Banyuwangi, total produksi cabai merah besar di kabupaten ujung timur Pulau Jawa yaitu sekitar 14ribu ton, sedangkan untuk produksi cabai rawit sekitar 30ribu ton pada 2023.
Dari hasil produksi tersebut, total luasan tanaman cabai yang dimiliki Banyuwangi saat ini mencapai 4.834 hektare (ha). Dengan rincian, lahan tanaman cabai rawit seluas 3.700 ha, sedangkan lahan tanaman cabai merah besar kurang lebih 1.134 ha.
Kabid Perkebunan dan Hortikultura Dispertan Banyuwangi, Pongky Hari Asmara menjelaskan, jika dari hasil produksi cabai merah besar sebanyak 14ribu Ton tersebut, sekitar 70 persen dikirim untuk memenuhi kebutuhan pasar luar kota. Sama dengan cabai merah besar dari hasil produksi cabai rawit sebanyak 30ribu Ton itu juga, 70 persen dikirimkan keluar.
“Biasanya cabai-cabai di Banyuwangi sering dikirim ke wilayah seperti Bali, Surabaya, Jakarta, Bandung. Kemudian juga dikirim ke Jawa Tengah memenuhi kebutuhan pabrik saus sambal,” ucap Pongky, Selasa (30/1/2024).
Pongky menuturkan, meskipun Banyuwangi menjadi salah satu penghasil dua varietas cabai terbesar di Indonesia hingga menjadi lumbung cabai nasional, naik dan turunya harga cabai tersebut tidak dapat dikendalikan oleh produsen. Hal itu dikarenakan mengacu pada tinggi dan rendahnya kebutuhan pasar luar kota.
“Harga cabai tidak dapat dikendalikan, karena ikut harga pasar luar kota terutama di Jakarta,” katanya.
“Sesulit dan selangka apapun produksi cabai di Banyuwangi, hasil pertanian cabai di Bumi Blambangan tidak bisa digantikan oleh wilayah lain,” imbuh Pongky.
Pongky mengatakan, untuk saat ini hasil pertanian cabai di Banyuwangi cukup berkembang, hal ini disebabkan tengkulak kecil, atau petani-petani cabai dengan kebun yang tidak terlalu luas sudah dapat mengirimkan hasil pertanian cabainya hingga keluar kota.
“Dulu kalau cabai tidak sampai 5 ton tidak bisa dikirimkan, karena rugi diongkos kirim. Namun sekarang sudah bisa dikirim dengan menggunakan jasa titip kirim barang,” tuturnya.
“Bisa dikatakan produksi hortikultura di Banyuwangi terutama cabai akhirnya dapat menggerakkan jasa yang lain,” tambah Pongky. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Banyuwangi Penyokong Kebutuhan Cabai di Kota Besar hingga Pabrik
Pewarta | : Anggara Cahya Kharisma |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |