TIMES BANYUWANGI, PROBOLINGGO – Fenomena sound horeg yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini mendapat respons tegas dari Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur (MUI Jatim).
Setelah MUI Pusat mengkaji dampaknya, MUI Jatim akhirnya mengeluarkan fatwa haram terhadap praktik sound horeg disertai sejumlah rekomendasi penting dan langsung ditanggapi secara cepat MUI Kota Probolinggo,
Ahmad Hudri, Salah satu Pimpinan MUI Kota Probolinggo. (FOTO: Sri Hartini/TIMES Indonesia)
Fatwa bernomor 16/MUI-JTM/1447 H tersebut dikeluarkan pada 16 Muharram 1447 H atau bertepatan dengan 12 Juli 2025.
Dokumen tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Mutawakkil Alallah, dan memuat ketentuan hukum yang jelas.
Dalam fatwanya, MUI Jatim menyatakan bahwa penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar hingga mengganggu kesehatan, merusak fasilitas umum atau disertai kemaksiatan seperti joget berbaur pria-wanita dengan aurat terbuka, hukumnya haram.
Tak hanya melarang, MUI Jatim juga memberikan empat rekomendasi krusial:
- Penyedia jasa dan EO diminta menghormati hak orang lain, ketertiban umum, dan norma agama.
- Pemprov Jatim didorong membuat aturan ketat terkait perizinan, standar penggunaan, dan sanksi pelanggaran sound horeg.
- Kemenkumham RI diminta tidak memberikan legalitas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) untuk sound horeg sebelum ada penyesuaian aturan.
- Masyarakat diimbau memilih hiburan positif yang tidak melanggar norma agama dan hukum.
Selanjutnya, Fatwa ini langsung ditindaklanjuti oleh MUI Kota Probolinggo. Ahmad Hudri, salah satu pimpinan MUI setempat, menyatakan pihaknya akan segera menyosialisasikan fatwa tersebut kepada stakeholders terkait.
“Sebagaimana rekomendasi dalam fatwa ini, MUI Kota Probolinggo tentu akan mensosialisasikan dan meneruskan kepada pihak-pihak terkait,” ujar Hudri, Minggu (17/7/2025).
Keputusan MUI Jatim ini dinilai sebagai langkah preventif mengatasi dampak negatif sound horeg, mulai dari gangguan kesehatan hingga potensi kemaksiatan. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan bisnis hiburan dan kepatuhan terhadap norma agama serta hukum.
“Fatwa ini bisa menjadi dasar moral bagi Pemerintah Kota untuk membuat regulasi lebih tegas. Namun, solusi juga perlu dicari agar usaha rakyat tetap berjalan tanpa merugikan pihak lain,” tegas Hudri (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Resmi Haramkan Sound Horeg, Ini Rekomendasi Penting MUI Jatim
Pewarta | : Sri Hartini |
Editor | : Ronny Wicaksono |