TIMES BANYUWANGI, MALANG – Dalam rangka memperingati Hari Tari Sedunia yang jatuh setiap 29 April, Banyuwangi patut berbangga dengan kekayaan seni tradisionalnya, khususnya dua tarian ikonik yang diakui Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh pemerintah Indonesia.
Kedua tarian tersebut adalah Tari Gandrung dan Tari Seblang, yang tidak hanya memukau penonton tetapi juga sarat dengan nilai sejarah dan spiritual.
Pelaksana tugas (Plt) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, Taufik Rohman, mengatakan bahwa dua tarian tersebut diakui karena memiliki nilai budaya yang sangat penting dan unik.
“Nilai historis, keunikan gerak, serta kontribusinya dalam melestarikan kekayaan budaya dan mampu menunjukkan identitas budaya Banyuwangi yang kaya dan beragam menjadikannya diakui sebagai WBTb oleh pemerintah Indonesia,” kata Taufik, sapaan akrab Taufik Rohman.
Tari Gandrung
Tari Gandrung merupakan tari tradisional yang sangat kental dengan Banyuwangi, Jawa Timur. Tari ini bukan sekadar sebuah pertunjukan seni, tetapi juga menjadi simbol budaya masyarakat Banyuwangi.
Tarian ini begitu unik dan menarik karena kostumnya yang mencolok, gerakan tari yang gemulai, dan musik pengiringnya yang khas. Awalnya, tari ini ditampilkan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah dan diiringi dengan ritual-ritual tertentu untuk memohon keselamatan.
Gandrung memiliki makna “terpesona” atau “jatuh cinta”, yang mengacu pada rasa terpesona masyarakat Banyuwangi kepada Dewi Sri atau dewi padi dan kesuburan dalam kepercayaan Hindu-Jawa, Sunda, dan Bali.
Seiring berjalannya waktu, tari yang ditetapkan sebagai WBTb sejak 2013 ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Banyuwangi. Tarian ini seringkali dipentaskan dalam berbagai acara adat, festival, maupun perayaan lainnya.
Tari Seblang
Tari Seblang merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat Suku Osing di Desa Olehsari dan Bakungan, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Tarian ini tidak hanya sekedar gerak tubuh, melainkan sebuah rangkaian ritual mistis yang hingga kini masih lestari dan memiliki makna spiritual.
Penari Seblang dipilih secara tidak sembarangan, sang penari dipilih secara supranatural dan masih memiliki hubungan darah dengan leluhur Seblang terdahulu.
Bukan hanya itu, unsur mistis tidak lepas dari tarian ini, dimana sang penari mengalami trance atau seseorang berada di luar kendali dari pikirannya sendiri yang dirasuki oleh roh halus leluhur dan dipercaya membantu mereka untuk menari dengan sempurna.
Tari yang ditetapkan sebagai WBTb sejak 2014 ini tidak dapat digelar diluar tanggal yang ditentukan oleh roh leluhur, biasanya hanya digelar pada awal bulan Syawal dalam kalender Islam, tepatnya mulai tanggal 3 Syawal.
Masyarakat suku Osing percaya ritual tari ini sebagai tolak bala yang mampu mengusir marabahaya dan membuang sial dari desa mereka.
Pengakuan kedua tarian ini sebagai Warisan Budaya Takbenda bukan hanya menjadi kebanggaan bagi masyarakat Banyuwangi, tetapi juga menegaskan pentingnya pelestarian seni tradisional dalam menjaga identitas budaya bangsa.
Generasi muda diharapkan dapat terus mempelajari dan mengapresiasi Tari Gandrung dan Tari Seblang, sehingga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap hidup dan relevan di tengah arus modernisasi. (*)
Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |