TIMES BANYUWANGI, JAKARTA – Audisi umum untuk menjaring bakat pebulu tangkis muda yang digelar PB Djarum akan diakhiri pada tahun 2020. Keputusan mengejutkan tersebut diambil merespon tuduhan eksploitasi anak-anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Banyak pihak termasuk Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) dan Generasi Optimis (GO) Indonesia menyayangkan tudingan KPAI terhadap PB Djarum tersebut. Terlebih, penghentian ajang pencarian bakat pebulutangkis muda itu terjadi di tengah sulitnya regenerasi pebulutangkis Indonesia.
Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti, Minggu (8/9/2019), mengatakan, ia sedang berjuang untuk mempopulerkan bulutangkis, meskipun sebagian pihak ingin menghentikan.
"Sedangkan kami tahu bulutangkis kan olahraga yang andalan Indonesia tiap event, yang diharapkan meraih medali. Kalau tidak ada suplai dari bawah (klub) siapa yang akan membantu PBSI untuk menjaring bibit-bibit," ungkap Susy di Grand Wijaya, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).
Peraih medali emas Olimpiade 1992 di Barcelona itu mengatakan bahwa pencarian bibit atlet olahraga badminton yang selama ini dilakukan oleh banyak klub, termasuk PB Djarum memiliki kaitan erat dengan PBSI. Susy menjelaskan bahwa mencari bibit unggul atlet tepok bulu angsa tersebut tidak mungkin dilakukan oleh PBSI sendiri.
"PBSI kan terima jadi, artinya punya potensi yang terseleksi dan sudah prestasi. Jadi istilahnya sudah setengah matang. Sekarang istilahnya siapa yang punya tugas untuk mengumpulkan bibit bulutangkis lalu mencari bibit-bibit bulutangkis sampai pelosok tanah air kan," imbuhnya.
Sebelumnya, PB Djarum memutuskan untuk menghentikan audisi umum dan tahun ini menjadi yang terakhir kali diselenggarakan. Keputusan ini diambil PB Djarum merespon tudingan KPAI bahwa PB Djarum memanfaatkan anak-anak untuk mempromosikan merek Djarum yang identik dengan produk rokok. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Sikapi Polemik KPAI vs PB Djarum, Ini Reaksi PBSI
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Ronny Wicaksono |