TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi, Jawa Timur, menganggap kenaikan tiket masuk ke Taman Nasional (TN) Alas Purwo, sebagai bentuk perampasan kebebasan beragama. Karena beban biaya tiket masuk yang baru dinilai cukup memberatkan kalangan umat Hindu yang hendak beribadah di Pura Luhur Giri Salaka, Desa Kendalrejo, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi.
Dengan kata lain, ketika umat Hindu tidak memiliki uang untuk membayar tiket masuk, artinya tidak bisa beribadah di pura tersebut. Mengingat tempat ibadah umat Hindu yang terdapat Situs Kawitan itu berada dikawasan TN Alas Purwo.
Seperti diketahui, sejak 30 Oktober 2024, tiket masuk TN Alas Purwo, naik. Dari yang sebelumnya hanya Rp5 ribu, menjadi Rp20 ribu pada hari biasa. Dan Rp30 ribu pada hari libur.
Kenaikan tersebut disinyalir sebagai imbas diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kenaikan tiket masuk TN Alas Purwo menjadi penghalang atau hambatan bagi umat Hindu untuk dapat bersembahyang dengan nyaman di Pura Luhur Giri Salaka,” kata Ketua PHDI Banyuwangi, Sardiyanto, Senin (18/11/2024).
Kenaikan tiket masuk TN Alas Purwo, lanjutnya, bukan hanya membebani secara finansial. Tetapi juga menimbulkan ketidaknyamanan dan kecemasan bagi umat yang ingin menjalankan ibadah.
Dia juga menyampaikan, bahwa ada kebijakan bebas tiket masuk ke TN Alas Purwo, bagi masyarakat di 3 kecamatan penyangga. Meliputi Kecamatan Tegaldlimo, Muncar dan Purwoharjo. Tapi umat Hindu kan tidak hanya berdomisili di 3 wilayah tersebut saja. Namun tersebar diseluruh negara Indonesia. Dan Pura Luhur Giri Salaka, memiliki kesakralan tinggi yang mendorong umat Hindu se Nusantara untuk datang melakukan persembahyangan.
Diduga, kenaikan tiket masuk TN Alas Purwo, yang berimbas pada kelancaran pribadatan umat Hindu ini merupakan bentuk pelanggaran Pasal 28E ayat 2 dan Pasal 29 ayat 2, Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD 45). Mengingat dalam Pasal 28E ayat 2, tegas diamanatkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Dan pada Pasal 29 ayat 2, dijabarkan bahwa negara menjamin kebebasan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
Dan keputusan kenaikan tiket masuk TN Alas Purwo, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), disinyalir telah melanggar sumpah jabatan ASN.
“Ya gimana ya, kita ini memang serba repot walaupun setiap orang punya hak dan kewajiban yang sama dalam pelaksanaan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Tapi kan ya kadang-kadang ini tidak semuanya menepati atau menindaklanjuti dari Undang-Undang yang sudah kita sepakati bersama oleh pendiri bangsa,” cetus Sardiyanto.
“Ya tidak tau lah seperti apa ya, kita pada posisi yang minoritas, kadang-kadang serba repot,” imbuhnya.
Apa yang telah dilakukan oleh KLHK dengan menaikkan tarif tiket masuk TN Alas Purwo tanpa memberi pengecualian bagi umat Hindu yang hendak beribadah di Pura Luhur Giri Salaka, dinilai melanggar UUD 45. Dan andaikan umat Hindu yang tidak dapat beribadah lantaran terbebani biaya tiket masuk TN Alas Purwo, itu berakibat mendapat dosa, apakah pejabat yang berwenang mau menanggung dosa tersebut ?. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PHDI Banyuwangi Anggap Kenaikan Tiket Alas Purwo Rampas Kebebasan Beragama
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |