https://banyuwangi.times.co.id/
Berita

Lontar Sri Tanjung, Ikon Banyuwangi yang Kini Dijaga Dunia lewat Memory of the World UNESCO

Selasa, 02 September 2025 - 14:09
Lontar Sri Tanjung, Ikon Banyuwangi yang Kini Dijaga Dunia lewat Memory of the World UNESCO Koordinator Tim Konservasi Perpusnas RI, Aris Riyadi, saat merevitalisasi Lontar Sri Tanjung. (FOTO: Ikromil Aufa/TIMES Indonesia)

TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Lontar Sri Tanjung, naskah kuno yang menjadi ikon identitas kultural Banyuwangi, kini mendapatkan perhatian dunia melalui program Memory of the World UNESCO. Naskah berusia ratusan tahun itu tengah menjalani proses konservasi, sebuah langkah penting untuk menjaga warisan dokumenter sekaligus memuliakan memori kolektif bangsa.

Program restorasi yang berlangsung pada 30 Agustus hingga 5 September 2025 di Kedaton Wetan Homestay and Culutre Site, Banyuwangi, ini melibatkan tim ahli konservasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia (RI).

Selain Perpusnas, jejaring akademisi, serta dukungan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) dan Memory of the World Commite (MOWCAP) UNESCO, juga turut andil bagian.

Upaya tersebut, tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik naskah, tetapi juga membuka ruang bagi partisipasi publik melalui pameran, lokakarya, dan pertunjukan seni.

Konservasi-Perpusnas-2.jpgNaskah Lontar Sri Tanjung. (FOTO: Ikromil Aufa/TIMES Indonesia)

Ketua MANASSA, Dr. Munawar Holil, menegaskan bahwa konservasi ini bukan sekadar kerja teknis menyelamatkan benda pusaka dari kerusakan, melainkan sebuah langkah kultural.

“Konservasi ini tidak hanya menjaga naskah agar tetap lestari, tetapi juga menjadi cara untuk memuliakan memori kolektif bangsa yang hidup di tengah masyarakat,” kata Kang Mumu, sapaan kondang Dr Munawar Holil, Selasa (2/9/2025).

Memori Kolektif Banyuwangi

Pada 2024, Perpusnas RI telah menetapkan Lontar Sri Tanjung sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) Indonesia. Naskah ini mengisahkan perjalanan spiritual seorang perempuan bernama Sri Tanjung yang menghadapi fitnah, penderitaan, dan ujian kesetiaan.

Cerita tersebut, merefleksikan nilai moral, keteguhan hati, sekaligus spiritualitas yang berakar pada kebudayaan masyarakat Banyuwangi. Bahkan, nama Banyuwangi diyakini berasal dari legenda Sri Tanjung yang menjelma menjadi air harum setelah wafat.

Nilai historis dan simbolis tersebut lah membuat Lontar Sri Tanjung dianggap bukan hanya teks sastra, tetapi juga pondasi bagi identitas kultural masyarakat Banyuwangi.

Melalui konservasi yang dilakukan, lontar ini diharapakan dapat terus dirawat, dipelajari, dan dihidupkan kembali dalam kehidupan sehari-hari.

Dari Konservasi ke Revitalisasi

Naskah yang dikonservasi merupakan koleksi Omahseum Banyuwangi. prosesnya dipimpin oleh Koordinator Tim Konservasi Perpusnas RI, Aris Riyadi, dengan melibatkan komunitas lokal, seperti Komunitas Pegon dan Pesinauan, Sekolah Adat Osing yang sejak lama mengajarkan generasi muda tentang warisan budaya Osing.

Di samping itu, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi juga tak pernah absen dalam menyokong suksesnya penyelenggaraan kegiatan-kegiatan berbasis naskah sesuai dengan tupoksinya.

Konservasi-Perpusnas-3.jpgNaskah Lontar Sri Tanjung dalam proses konservasi. (FOTO: Ikromil Aufa/TIMES Indonesia)

Selain konservasi fisik, kegiatan ini dirancang sebagai revitalisasi budaya. Pertunjukan seni, pembacaan naratif, tembang tradsional, hingga tarian kontemporer disiapkan untuk menghidupkan kembali kisah Sri Tanjung dalam konteks kekinian.

Harapan Jangka Panjang

Koordinator Pelaksana Program, Wiwin Indiarti, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam setiap prosesnya. Menurutnya, dengan keterlibatan langsung konservasi ini menjadi bagian dari pendidikan praktis sekaligus penanaman rasa bangga terhadap warisan budaya.

“Harapan jangka panjang dari kegiatan ini mencakup berbagai aspek yang saling terkait. Dari sisi fisik, konservasi diharapkan mampu menjaga naskah Lontar Sri Tanjung dari ancaman kerusakan akibat usia, iklim tropis, maupun penanganan yang kurang tepat,” ujar Wiwin, sapaan akrab Wiwin Indiarti.

Wiwin yang juga Ketua Aliansi Masyarakat Addat Nusantara (AMAN) Osing, menegaskan bahwa kegiatan ini dipandang penting untuk menghidupkan kembali narasi budaya melalui beragam medium, mulai dari seni pertunjukan, kegiatan pendidikan, hingga pengembangan literasi masyarakat.

Lebih lanjut, pelestarian ini juga memperkuat posisi Banyuwangi dalam peta warisan dunia yang sejalan dengan visi UNESCO dalam menekankan pentingnya Memory of the World sebagai jembatan untuk memahami masa lalu, memperkaya kehidupan masa kini, dan membayangkan masa depan dengan ikatan budaya yang lebih kuat.

Konservasi Lontar Sri Tanjung menjadi momentum penting bagi Banyuwangi untuk meneguhkan diri sebagai pusat warisan budaya dunia, yang tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menghubungkan sejarah, masyarakat, dan peradaban global. (*)

Pewarta : Muhamad Ikromil Aufa
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Banyuwangi just now

Welcome to TIMES Banyuwangi

TIMES Banyuwangi is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.