TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Angklung Banyuwangi resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia. Penetapan tersebut diumumkan bersamaan dengan penyerahan 514 sertifikat WBTb Indonesia dari berbagai daerah di Halaman Upacara dan Plaza Insan Berprestasi, Gedung A, Kompleks Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).

Bagi Kabupaten Banyuwangi, pengakuan ini menjadi capaian penting dalam upaya pelestarian seni dan budaya daerah, khususnya Angklung Banyuwangi yang dikenal memiliki karakter musikal khas.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, Dewa Alit Siswanto, mengatakan penetapan Angklung Banyuwangi sebagai WBTb Indonesia merupakan modal penting untuk menjaga keberlanjutan seni tradisi di tengah perkembangan zaman.

“Semoga penetapan ini dapat menjadi media pelestari yang efektif, sekaligus membuat Angklung Banyuwangi semakin dikenal luas,” ujar Dewa Alit, Rabu (17/12/2025).

Ia menjelaskan, penetapan tersebut tidak dilakukan secara instan. Prosesnya melalui kajian panjang dan mendalam yang melibatkan Disbudpar Banyuwangi dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kajian difokuskan pada aspek sejarah, nilai seni, serta kekhasan Angklung Banyuwangi dibandingkan dengan angklung dari daerah lain.

Arkeolog dan epigraf Museum Blambangan, Bayu Ariwibowo, menambahkan bahwa nilai otentisitas menjadi faktor utama dalam penilaian. Menurutnya, Angklung Banyuwangi memiliki karakter musik yang kuat dan mudah dikenali.

“Penetapan Angklung Banyuwangi sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia didasarkan pada nilai otentisitasnya, yakni irama musik yang rancak serta teknik pukul dengan nuansa agraris yang kental,” kata Bayu.

Dalam rangkaian acara penganugerahan, Angklung Banyuwangi juga mendapat kehormatan tampil mewakili Provinsi Jawa Timur. Para seniman Banyuwangi menampilkan pertunjukan angklung yang dikolaborasikan dengan Tari Gurit Mangir dan Jaripah, serta bersanding dengan kesenian Jaranan Tulungagung.

Penampilan tersebut menegaskan bahwa Angklung Banyuwangi tidak hanya diakui secara administratif, tetapi juga tetap hidup dan berkembang sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Banyuwangi hingga saat ini.(*)