TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Maraknya kasus ibu-ibu rumah tangga terjerat utang Bank Titil dan pinjaman ilegal di Banyuwangi memicu perhatian serius dari berbagai pihak. Tak hanya Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani Azwar Anas, tetapi juga kalangan camat yang kini aktif turun langsung menggelar sosialisasi dan edukasi ke masyarakat.
Camat Genteng, Satriyo, S.Sos., M.Si., menegaskan bahwa pihaknya menyisipkan imbauan soal pinjaman legal dalam setiap forum pertemuan warga. Salah satu fokusnya adalah memperingatkan warga agar hanya meminjam dari bank resmi dan menjaga riwayat pinjaman tetap bersih di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, yang dikenal luas sebagai BI Checking.
“Setiap ada forum-forum pertemuan, kami selipkan terkait itu,” ujar Satriyo, Rabu (28/5/2025).
Tak hanya lewat forum, Satriyo juga menuturkan bahwa pemasangan banner imbauan dan peringatan telah dilakukan hingga ke pelosok desa. Tujuannya untuk membendung meluasnya jeratan Bank Titil, pinjaman online (pinjol) ilegal, dan koperasi abal-abal yang menargetkan warga dengan penghasilan tak menentu.
Dalam sosialisasi itu, Satriyo mendorong warga hanya mengajukan pinjaman ke lembaga resmi seperti BTPN Syariah. Ia menyebut bank tersebut tidak hanya menyalurkan pinjaman modal, tapi juga aktif memberikan pendampingan dan motivasi kepada ibu-ibu nasabah agar mandiri secara ekonomi melalui usaha ultra mikro dan wirausaha produktif.
“Saya juga menghimbau bagi warga yang sudah dapat pinjaman dari bank resmi seperti BTPN Syariah, penting untuk disiplin membayar langsung di bank tersebut agar lebih tenang jika kelak mengajukan pinjaman kembali,” imbuhnya.
Senada dengan itu, Camat Purwoharjo, Ahmad Subhan, S.E., M.Si., mengaku telah rutin melakukan sosialisasi bahaya pinjaman ilegal melalui rapat koordinasi bersama para kepala desa setiap bulan.
“Sudah kita lakukan sosialisasi melalui rakor kepala desa setiap bulannya,” ujarnya.
Ahmad Subhan juga menyampaikan bahwa edukasi kepada masyarakat dilakukan secara langsung, agar peminjam memahami hak dan kewajiban mereka saat berurusan dengan lembaga keuangan.
“Sebagai peminjam, masyarakat harus menjalankan kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan begitu, mereka bisa lebih tenang saat mengajukan pinjaman kembali di masa depan,” tegasnya.
Langkah antisipatif ini menjadi bukti hadirnya pemerintah dalam melindungi masyarakat dari jeratan utang yang kerap menyasar kalangan ibu rumah tangga. Upaya ini juga sekaligus mendorong literasi keuangan dan kemandirian ekonomi di tingkat akar rumput.(*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |