TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Abdullah Azwar Anas dan Ipuk Fiestiandani, adalah pasangan suami istri cetar membahana. Keduanya merupakan sosok intelektual, santun, dan berprestasi saat memimpin Kabupaten Banyuwangi. Baik Anas maupun Ipuk, tercatat sebagai Bupati Banyuwangi yang menjabat selama dua periode.
Bukan hanya membanggakan, namun juga bukti bahwa kepemimpinan Anas maupun Ipuk mendapat dukungan masyarakat Bumi Blambangan. Program yang dicetuskan dinilai pro kemajuan, pro percepatan pembangunan dan tentunya pro peningkatan kesejahteraan Wong Cilik.
Sebagai pemimpin, kehadiran Anas yang lahir pada 6 Agustus 1973 di Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari itu, mampu mengharumkan nama Banyuwangi lewat program-programnya. Bukan lagi dikenal sebagai kota santet, melainkan kota pariwisata.
Dengan menciptakan berbagai inovasi dalam nilai budaya dan pariwisata yang berbalut entertain. Kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini semakin moncer hingga tingkat dunia.
Mulai dari Banyuwangi Ethno Carnival (BEC), Banyuwangi Jazz Festival, International Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI), Gandrung Sewu dan lainya yang dikemas dalam event Banyuwangi Festival (B-Fest).
Dengan beragam festival itu, Anas mampu meningkatkan laju kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Banyuwangi. Sehingga pertumbuhan ekonomi mikro, pembangunan dan kesejahteraan warga bisa terus berkembang.
Bahkan, ketika menjabat Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas juga berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga ke level 7,5 persen pada 2019. Maka tak heran jika dirinya dipercaya jadi pemimpin hingga dua kali periode yakni pada 2010-2015, dan 2016-2021.
Anas yang seorang mantan reporter di Radio Prosonalia FM di Jember dan Jakarta itu juga sukses, membawa Banyuwangi menjadi kabupaten pertama yang meraih nilai A pada Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP).
Dari sisi lain, Banyuwangi didapuk menjadi kabupaten terbaik pelayanan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) oleh KemenPAN-RB pada 2019.
Banyuwangi ditangan Anas juga pernah mengukir sejarah tingkat internasional, yaitu juara United Nations World Tourism Organization (UNWTO) untuk kategori kebijakan publik bidang pariwisata terbaik di dunia.
Begitu pula dengan sang istri, Ipuk Fiestiandani. Perempuan berkelahiran Candimulyo, Magelang, 10 September 1974 itu, juga memiliki tujuan sama demi kesejahteraan masyarakat warga Bumi Blambangan.
Tantangan Ipuk tak kalah hebatnya. Dihantam situasi pandemi Covid-19, dia tetap berdiri untuk kelangsungan hidup rakyatnya.
Meneruskan jejak sang suami, kemajuan Banyuwangi hari ini adalah lesatan dari kepemimpinan Ipuk selama menjabat jadi bupati. Dan kini dia diberi julukan ‘Sang Bunga Desa’ berkat program inovasinya yang lahir beberapa hari setelah dilantik pada awal tahun 2021.
Sejak awal masa pemerintahan periode pertama tahun 2021-2024, Ipuk rutin menggelar kegiatan Bupati Ngantor di Desa, atau yang biasa disebut Bunga Desa itu. Dengan sasaran utamanya adalah desa terpencil yang berada jauh dari pusat perkotaan.
Dalam program bunga desa, Ipuk ‘jemput bola’. Dia akan tinggal seharian dari pagi hingga petang, bahkan menginap untuk menjaring dan mengurai persoalan yang dihadapi warganya. Dari masalah kesehatan, infrastruktur, pendidikan hingga penguatan ekonomi mikro.
Pendekatan emosional adalah cara Ipuk dalam menenangkan kegelisahan rakyat. Bukti pemimpin yang merakyat dan pro wong cilik.
Dengan kembali menjabat pada periode 2025-2030, Ipuk mencatatkan sejarah sebagai Bupati Banyuwangi perempuan pertama yang menjabat selama dua periode. (*)
Pewarta | : Anggara Cahya Kharisma |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |