TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Sekelompok pemuda di Kabupaten Banyuwangi berusaha keras untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya daerah mereka ditengah era modernisasi, salah satunya adalah tabuhan Kuntulan. Kuntulan, sebuah seni musik tradisional, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Banyuwangi.
Kuntulan adalah salah satu bentuk seni musik tradisional yang dimainkan dengan menggunakan alat musik tabuh seperti rebana, kendang, beduk (jedor) dan beberapa instrumen lainnya.
Musik ini biasanya dimainkan dalam acara-acara adat dan keagamaan, menciptakan suasana yang penuh semangat dan kegembiraan. Ritme dan irama tabuhan Kuntulan yang khas menggambarkan keceriaan dan semangat masyarakat Banyuwangi.
Salah satu kelompok pemuda di Banyuwangi tepatnya di Dusun Krajan, Desa Dadapan, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, yang tergabung dalam komunitas seni kuntulan 'Kembang Dadap Arum' sangat bersemangat dalam menjaga warisan budaya ini.
Pemuda sekaligus pemimpin komunitas, Mohammad Riski Alfairizi, yang telah bermain Kuntulan sejak kecil, kini aktif mengajarkan seni musik ini kepada sesama teman muda lainnya.
“Seni musik Kuntulan adalah warisan leluhur kita. Saya ingin generasi muda tetap mengenal dan mencintai budaya kita,” kata Farel sapaan akrabnya, Jum'at (11/10/2024).
Farel mengungkapkan, teman-teman pemuda ini tidak hanya berlatih rutin, tetapi juga sering mendapat undangan pertunjukan untuk turut memeriahkan suatu acara. Mereka tampil di berbagai acara, mulai dari perayaan adat, festival budaya, hingga acara keagamaan.
Selain itu, mereka juga menggunakan media sosial untuk membagikan video dan informasi terkait Kuntulan, dengan harapan dapat menjangkau lebih banyak orang, terutama generasi muda.
"Kita rutin menggelar latihan dua hari dalam seminggu yaitu malam selasa dan malam minggu. Tujuannya adalah selain nguri-nguri budaya, juga sebagai mempererat persaudaraan antar sesama anggota komunitas," ujar pemuda yang masih berusia 17 tahun itu.
Saat ini, masih Farel, ada lima belas anggota yang tergabung dalam komunitas seni Kuntulan ‘Kembang Dadap Arum’. Mereka dari latar belakang yang berbeda-beda, ada yang dari pelajar ada juga yang sudah bekerja, namun mayoritas masih duduk di bangku sekolah.
“Anggota yang ikut hanya dua yang sudah bekerja. Lainnya masih SMP dan SMA,” ucapnya.
Sementara itu, Abu Sofyan, salah satu penabuh, mengaku senang bisa menjadi bagian dari generasi pemuda yang turut melestarikan budaya kesenian bumi blambangan ini.
"Setiap kali kami memainkan musik Kuntulan, saya merasakan kebanggaan yang mendalam dan semangat yang membara untuk terus menjaga warisan ini agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi berikutnya," cetus Abu sapaan akrabnya.
Dengan semangat dan dedikasi yang tinggi, para pemuda pelestari budaya di Banyuwangi ini bertekad untuk terus menjaga dan mengembangkan seni tabuhan Kuntulan. Mereka berharap, melalui upaya ini, kesenian tradisional Banyuwangi dapat tetap hidup dan menjadi sumber kebanggaan bagi masyarakat.
Warisan budaya seperti Kuntulan tidak hanya memperkaya kehidupan masyarakat secara emosional dan spiritual, tetapi juga memperkuat identitas dan kebanggaan lokal. Dengan dukungan dari berbagai pihak, seni tabuhan Kuntulan diharapkan dapat terus berkembang dan dinikmati oleh generasi-generasi mendatang. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |