TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Koordinator Forum Desa, Rudi Hartono Latif, menyayangkan adanya pemotongan anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2026, yang dinilai berpotensi menekan kesejahteraan aparatur desa.
Pernyataan tersebut, disampaikan Rudi, sapaan kondang Rudi Hartono Latif, saat usai menghadiri hearing yang digelar di Ruang Rapat Khusus DPRD Banyuwangi, pada Senin (29/12/2025).
Menurut Rudi, kebijakan efisiensi anggaran di tingkat pusat yang sejatinya bertujuan mengurangi segala bentuk pemborosan tersebut, berdampak langsung pada berkurangnya transfer keuangan ke daerah, termasuk Kabupaten Banyuwangi yang mengalami pengurangan mencapai Rp665 miliar.
“Namun, penurunan transfer yang mencapai ratusan miliar rupiah itu tidak diimbangi dengan kebijakan daerah yang lebih progresif dan berpihak pada desa, sehingga berujung pada pemotongan signifikan ADD Tahun 2026,” kata Rudi, Senin (29/12/2025).
Rudi menjelaskan, pemotongan ADD tersebut berdampak langsung pada kesejahteraan perangkat desa. Sebab, besaran ADD merupakan persentase minimal 10 persen dari dana transfer daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK).
Akibatnya, masih Rudi, banyak perangkat desa di Banyuwangi saat ini menerima Penghasilan Tetap (Siltap) jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK). Bahkan, sebagian perangkat desa hanya memperoleh upah sekitar Rp800 ribu hingga Rp1 juta per bulan.
Suasana rapat dengar pendapat Forum Desa di DPRD Banyuwangi. (FOTO: Ikromil Aufa/TIMES Indonesia)
“Kepala desa ada yang hanya Rp2 juta, dan ini semua (upah) di bawah UMK Kabupaten Banyuwangi yang sebesar Rp2.989.145,” ujarnya.
“Harapannya presentase alokasi ADD Tahun 2026 perlu dinaikkan, agar penghasilan tetap perangkat desa khususnya yang selama ini di ambang upah minimum bahkan yang masih di bawah UMK, bisa naik meskipun ada pengurangan transfer keuangan dari pusat ke daerah,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Rudi juga menyoroti belum cairnya Dana Desa (DD) tahap II non-earmark di sejumlah desa. Nilai dana yang belum dicairkan bervariasi, bahkan di beberapa desa mencapai hingga Rp500 juta. Padahal, anggaran tersebut sudah masuk dalam perencanaan pembangunan desa dan sangat dibutuhkan untuk merealisasikan program yang telah disusun.
Rudi menegaskan, keterlambatan pencairan tersebut tidak sepenuhnya disebabkan oleh kelalaian pemerintah desa. Berdasarkan hasil hearing, diketahui adanya kendala sistem aplikasi serta potensi human error di tingkat pemerintah kabupaten yang berdampak pada proses pengunggahan data.
“Desa yang akhirnya menanggung dampaknya. Pembangunan terhambat, masyarakat dirugikan, sementara kesalahannya bukan sepenuhnya ada di desa,” tegas pria yang juga Ketua Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Banyuwangi itu.
Sebagai informasi, dalam hearing yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Banyuwangi, Marifatul Kamila, tersebut, Forum Desa juga menyampaikan sejumlah tuntutan kepada DPRD dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi.
Salah satu poinnya adalah Forum Desa mendorong adanya Alokasi Dana Desa Khusus (ADDK) dan/atau Bantuan Keuangan Khusus (BKK) agar desa lebih berdaya, terutama alokasi yang dikaitkan dengan reward atas capaian desa serta tugas perbantuan yang mendukung kebijakan atau program pemerintah daerah.
Tak kalah penting, Forum Desa mengusulkan peninjauan kembali besaran insentif bagi RT dan RW agar lebih layak atau sekurang-kurangnya Rp. 100 ribu per bulan, serta mendorong adanya skema kebijakan daerah yang sinergis dan berkelanjutan terkait program ketahanan pangan desa.
Dalam forum tersebut, juga disampaikan pentingnya penegasan keberlanjutan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) maupun BUMDes Bersama, serta perlunya penyesuaian sejumlah regulasi daerah yang berkaitan dengan tata kelola dan perencanaan pembangunan desa.
Di sisi lain, Forum Desa turut menyoroti pelaksanaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) agar benar-benar dikawal bersama, khususnya terkait keanggotaan, ketersediaan lahan, perizinan, hingga potensi alih fungsi lahan.
Menanggapi penyampaian Forum Desa tersebut, Ketua Komisi I DPRD Banyuwangi, Marifatul Kamila, mengatakan bahwa DPRD Banyuwangi sebelumnya juga telah melakukan rapat kerja dengan pihak eksekutif dan meminta adanya rasionalisasi kebijakan menyusul dampak efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.
Salah satu perhatian utama dalam rapat kerja tersebut adalah menurunnya Siltap perangkat desa yang dinilai cukup drastis dan tidak lagi sesuai dengan UMK.
“Dengan kondisi tersebut, kami berharap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah daerah nantinya tetap mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan kesejahteraan perangkat desa,” harapnya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Banyuwangi, Muhammad Yanuar Bramuda, menyampaikan bahwa pemerintah daerah saat ini tengah berupaya mencari titik temu aspirasi terkait Siltap perangkat desa dan Kepala desa.
Menurut pria yang akrab disapa Bram itu, Siltap merupakan bagian penting dari penghasilan aparatur desa. Namun, kebijakan efisiensi anggaran yang berlaku secara nasional turut berdampak pada penyesuaian alokasi anggaran daerah, termasuk pada komponen tersebut.
Meski demikian, Pemkab Banyuwangi berkomitmen untuk mencari pola dan formula terbaik agar penurunan Siltap tidak terjadi secara signifikan.
“Kami akan mencari pola-pola baru dengan mempertimbangkan rekomendasi DPRD, sehingga penyesuaiannya tidak terlalu tajam dan tetap memperhatikan kesejahteraan perangkat desa,” ucapnya saat ditemui usai mengikuti rapat dengar pendapat.
Bram juga menyoroti persoalan keterlambatan pembayaran gaji dan tunjangan perangkat desa yang selama ini kerap terjadi. Hal tersebut, dipengaruhi oleh mekanisme penganggaran desa yang masih menggunakan satu kode rekening, sehingga berdampak pada proses pencairan yang tidak selalu tepat waktu.
“Ke depan ini juga menjadi bahan diskusi agar mekanismenya bisa lebih tertata, sehingga penghasilan perangkat desa dapat diterima lebih rutin,” jelasnya.
Sekadar diketahui, hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut yakni Ketua dan Pengurus Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Banyuwangi, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banyuwangi, Suyanto Tondo Wicaksono, serta Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banyuwangi, Cahyanto Hendri Wahyudi. (*)
| Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa |
| Editor | : Imadudin Muhammad |