TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Banyuwangi, Jawa Timur, yang terkenal dengan keindahan alamnya, menawarkan lebih dari sekadar pemandangan alam yang menakjubkan. Masyarakat luas sekarang memiliki kesempatan untuk menjelajahi warisan sejarah Banyuwangi di salah satu destinasi wisata edukasi (eduwisata) yang unik, yaitu Omahseum.
Omahseum yang beralamat di Jalan Widuri, No. 21, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi ini, mungkin masih terdengar asing bagi sebagian masyarakat Banyuwangi sendiri. Tentu saja, Omahseum saat ini belum terbuka untuk umum dan rencananya, akan segera di Launching pada bulan Oktober 2023 esok, dengan menyuguhkan ribuan koleksi artefak lokal hingga mancanegara.
Penggagas sekaligus pendiri Omahseum, Thomas Racharto (79) yang juga seorang kolektor dan penulis buku. (FOTO : Anggara Cahya /TIMES Indonesia)
Penggagas sekaligus pendiri Omahseum, Thomas Racharto yang juga seorang kolektor tersebut, memiliki lebih dari 1200 koleksi artefak dari abad dan tempat yang berbeda-beda. Dia sengaja menyulap kediaman pribadinya menjadi sebuah museum dengan tujuan, sebagai wahana belajar edukasi sejarah Banyuwangi.
"Saya memang senang mengoleksi, membaca dan sangat antusias dalam hal sejarah Banyuwangi, untuk itu saya ingin membagikan ilmu dari apa yang saya dapat kepada masyarakat," kata Thomas, Kamis (21/9/2023).
Ribuan artefak Balambangan kuno seperti Lingga, Kendi, Manik-manik, Koleksi Kitab Kuno, Benda-benda Magis kuno seperti Keris, Pedang, sampai Bambu Caruk yang terkenal di Banyuwangi, hingga koleksi terlama benda bersejarah yang dimiliki Thomas berupa koin dari Dinasti Tang pada abad IX yang tertata rapi dalam etalase kaca.
Salah satu ruangan di Omahseum yang menyimpan ornamen lukisan lama, lingga, buku, dan kitab atau serat kuno. (FOTO : Anggara Cahya /TIMES Indonesia)
Bukan hanya itu, koleksi dari zaman prasejarah juga dimiliki Thomas yaitu, pecahan tulang-tulang atau fosil manusia dan hewan purba yang dia dapat dari Trinil, Ngawi. Bahkan benda kuno dari berbagai negara juga tersedia di Omahseum seperti Piring Porselin dari China, Koin Jepang hingga benda antik dari Eropa.
Thomas menyebut, artefak adalah sumber data primer dalam ilmu sejarah. Dengan belajar dan mengenal benda peninggalan masa lampau, manusia bisa tahu asal-usul, budaya hingga jati diri dari sebuah wilayah. Oleh sebab itu, meneliti dari koleksinya, pria berumur 79 tahun tersebut, sudah melahirkan buku berjudul 'Balambangan Kuno (Abad XIII - XIV)'.
"Setiap artefak punya banyak informasi bisa dilihat dari bahan, jenis ukiran, cara pembuatan, bentuk karya hingga tempat ditemukan. Hal ini bisa jadi data untuk sebuah rekontruksi sejarah," tandasnya.
"Saya mulai mengumpulkan temuan artefak mulai tahun 1971 dan paling banyak saya dapatkan di Desa Tembokrejo Kecamatan Muncar dan di perkebunan Malangsari, Desa Kebunrejo, Kalibaru," ucap kakek kelahiran Jember tahun 1944 itu.
Benda-benda bersejarah tersebut, lanjut Thomas, berada dalam sebuah galeri, tepatnya diseluruh ruangan lantai dua dirumahnya. Untuk saat ini Omahseum dalam tahap penataan koleksi agar nampak seperti museum pada umummya yang detail dengan penjelasan artefak.
Di usianya yang sudah hampir seabad itu, Thomas berharap, terutama untuk generasi muda, Omahseum ini dapat menjadi Eduwisata yakni untuk pendidikan sekaligus rekreasi sehingga memunculkan generasi cinta budaya yang mengenal tanah air kelahirannya.
"Semoga artefak dan ilmu yang saya dapat bisa lebih bermanfaat dan Omahseum atau Rumah Museum ini menjadi sumber ilmu pengetahuan sejarah Banyuwangi," cetus Thomas. (*)
Pewarta | : Anggara Cahya |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |