TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Komisi IV DPRD Banyuwangi, Jawa Timur, meminta Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa, untuk mengevaluasi kegiatan study tour. Apakah kegiatan ke luar daerah yang menambah beban biaya para wali murid tersebut dianggap penting dijalankan, atau perlu dilengkapi regulasi tertentu.
Misalnya, study tour hanya diizinkan dilaksanakan di wilayah kabupaten atau kota setempat guna meminimalisasi bahaya kecelakaan. Atau malah harus dihapus sama sekali untuk mewujudkan pendidikan minim biaya di lingkungan SMA dan SMK Negeri di Provinsi Jatim.
“Kami merekomendasikan dilakukan evaluasi terkait kegiatan study tour,” ucap Ketua Komisi IV DPRD Banyuwangi, Patemo, Selasa (18/3/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Patemo setelah memimpin Sidang Hearing terkait siswa SMAN 1 Genteng yang dikeluarkan pasca mengikuti kegiatan Study Tour tujuan Jakarta – Bandung – Jogjakarta.
Dalam kegiatan yang digelar pada 2 – 8 Februari 2025 itu telah membuahkan aktivitas negatif pada sejumlah siswa peserta study tour dan berujung adanya 2 orang siswa yang dikeluarkan dari sekolah.
Salah satu siswa yang dikeluarkan oleh pihak SMAN 1 Genteng adalah E, siswa kelas XI. Dia adalah putra dari HS, warga Kecamatan Genteng.
Selain evalusasi Study Tour, Komisi IV DPRD Banyuwangi, juga merekomendasikan agar SMAN 1 Genteng, membuat tata tertib (Tatib) sebagai patokan dalam memberikan pembinaan pada peserta didik.
“Sebelum mengeluarkan siswa, harusnya kan ada Surat Peringatan (SP) 1, 2 dan 3 terlebih dahulu. Dan ketika ada siswa yang melanggar Tatib, untuk pembinaan, sekolah wajib melibatkan orang tua atau wali murid,” kata Patemo.
Rekomendasi ketiga, setiap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sekolah dan wali murid harus menandatangani kontrak pembelajaran. Yang isinya terkait hak dan kewajiban antara kedua belah pihak.
Anggota Komisi IV DPRD Banyuwangi, Zamroni SH, menambahkan. Politisi dari Partai NasDem ini menilai bahwa evaluasi terhadap kegiatan Study Tour sangat penting dilakukan. Terlebih menurutnya, pada kasus SMAN 1 Genteng, tidak akan pernah ada siswa yang dikeluarkan dari sekolah jika tidak ada kegiatan Study Tour.
“Prinsipnya, ketika tidak ada kegiatan Study Tour, SMAN 1 Genteng tidak akan pernah ada siswa yang dikeluarkan,” tandasnya.
Untuk diketahui, sidang hearing dihadiri Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto, SH, MH, jajaran Komisi IV DPRD Banyuwangi, Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 1 Genteng, Minarto, Komite SMAN 1 Genteng dan perwakilan Ormas Pemuda Pancasila.
Termasuk pemerhati kasus perempuan dan anak Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Banyuwangi, Farida Hanum, serta sejumlah aktivis LSM, diantaranya Holili Abdul Ghany S Ag, M Yunus Wahyudi dan lainnya.
Berharap Sekolah Jadi Tempat Belajar yang Nyaman
Dalam Sidang Hearing SMAN 1 Genteng, Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto berharap agar sekolah bisa menjadi tempat belajar yang nyaman. Agar sekolah mampu menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam mensukseskan tujuan pendidikan nasional.
Yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan sekolah mampu menjadi tempat pembinaan karakter serta membangun budi pekerti yang luhur.
“Sekolah sebagai representasi orang dewasa, sudah sepatutnya melaksanakan tugas mulia dalam membimbing dan mencerdaskan anak bangsa,” kata Michael.
“Se nakal-nakalnya anak, sekolah harusnya bisa bertanggung jawab untuk mendidik jadi lebih baik,” imbuhnya.
Ungkapan senada juga dilontarkan anggota Komisi IV DPRD Banyuwangi, Dr. Zaki Al Mubarok, M.Si. Politisi PKB ini menilai sekolah wajib menjadi pusat kegiatan pendidikan dan pembinaan. Bahkan, ketika memberikan sanksi pada siswa pun, harus bermuatan materi pendidikan.
“Sekolah harus benar-benar menimbang sisi manfaat dan mudhorotnya, karena disitu ada psikologi dan masa depan generasi penerus bangsa,” bebernya.
Hearing Jadi Ajang Buka-Bukaan
Dalam sidang hearing, bukan hanya manfaat Study Tour dan sanksi saat siswa melakukan kesalahan saja yang menjadi pokok pembahasan forum. Namun tatap muka ini juga menjadi ajang buka-bukaan antara pihak SMAN 1 Genteng dengan dua anggota Ormas Pemuda Pancasila, Irwanto dan H Sugeng Eko Harto.
Di situ, kuasa hukum Komite SMAN 1 Genteng, Galih Subowo, menyebut bahwa Irwanto dan H Sugeng Eko Harto, telah menerima uang sebesar Rp4,5 juta dari HS, yang merupakan orang tua dari E, selaku siswa yang dikeluarkan dari SMAN 1 Genteng pasca kegiatan Study Tour.
“Kami memastikan, Pemuda Pancasila tidak pernah menerima uang dari HS,” kata Irwanto.
Dijelaskan, pada 24 Februari 2025, HS meminta Irwanto, selaku Advokat dan H Sugeng Eko Harto, selaku Paralegal, untuk melakukan pendampingan dalam upaya memperjuangkan nasib E, yang telah dikeluarkan dari SMAN 1 Genteng.
“Sesuai kesepakatan, uang tersebut adalah honor kuasa pendampingan dan untuk pembiayaan langkah – langkah yang kami lakukan, selaku advokat dan paralegal. Bahkan saat itu kami bersama saudara HS juga datang langsung ke sekolah,” bebernya.
Selanjutnya, masih Irwanto, pada tanggal 27 Februari 2025, HS menandatangani kuasa pendampingan kedua, yakni dengan MPC Pemuda Pancasila Banyuwangi.
“Pemuda Pancasila tidak pernah memungut biaya apa pun kepada saudara HS. Yang terjadi justru secara sepihak HS membatalkan surat kuasa pendampingan dengan Pemuda Pancasila,” cetus Irwanto.
“Dan sesuai penjelasan kuasa hukum Komite SMAN 1 Genteng, Bapak Galih Subowo, ternyata saudara HS telah menerima uang dari Komite, sebesar Rp4,5 juta,” imbuhnya.
Padahal, sebelumnya HS minta tolong kepada Pemuda Pancasila Banyuwangi, untuk didampingi dalam upaya memperjuangkan nasib E, pasca dikeluarkan dari SMAN 1 Genteng.
Seperti pepatah ‘Air Susu Dibalas Air Tuba’. Pendampingan suka rela yang dilakukan MPC Pemuda Pancasila Banyuwangi, kepada HS, diduga malah dibalas hal pahit. HS secara tiba – tiba, tanpa ada musyawarah dan hanya via chat WA, membatalkan kuasa pendampingan. Dan diduga malah berpindah haluan.
Pemuda Pancasila sempat menyebut bahwa biaya pendidikan di SMAN 1 Genteng, terbilang cukup mahal.
Pernyataan tersebut ditepis Kepsek SMAN 1 Genteng, Minarto. Menurutnya, seluruh siswa tidak dipungut biaya alias gratis. Yang ada hanya sumbangan bulanan dengan nilai nominal bervariasi antara Rp100 ribu, hingga diatas Rp200 ribu per bulan.
“Sumbangan bulanan itu ada yang membayar ada yang tidak, bahkan ada yang lebih dari Rp200 ribu jug ada,” katanya.
Polemik Study Tour SMAN 1 Genteng
Polemik terkait study tour di SMAN 1 Genteng mencuat setelah sejumlah siswa dikeluarkan secara sepihak oleh pihak sekolah. Mereka diduga melakukan kesalahan saat pelaksanaan study tour ke Jakarta–Bandung–Yogyakarta yang berlangsung pada 2–8 Februari 2025.
Salah satu siswa yang dikeluarkan oleh pihak SMAN 1 Genteng setelah study tour adalah E, siswa kelas XI. Ia merupakan putra dari HS, warga Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng.
Dalam study tour, peserta diinapkan selama dua malam di hotel yang lokasinya dekat dengan Jalan Braga, Bandung. Padahal, kawasan tersebut dikenal memiliki banyak tempat hiburan malam.
Karena rasa penasaran, sejumlah siswa mengunjungi kafe yang menyajikan minuman keras hingga akhirnya mabuk. Kejadian ini diduga terjadi karena pada malam kedua menginap di Bandung, para siswa dibiarkan berjalan-jalan tanpa pengawasan dari guru pendamping Study Tour.
Begitu ketahuan mabuk, sejumlah siswa langsung dikeluarkan oleh pihak sekolah. Salah satunya E, siswa kelas XI SMAN 1 Genteng. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |