TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Saat bulan Ramadan tiba, masyarakat Banyuwangi punya hidangan khas yang selalu dinantikan, salah satunya Kue Mentuk. Kue tradisional ini menjadi sajian legendaris yang menggugah selera dan mengingatkan kita pada kekayaan kuliner Nusantara.
Kue Mentuk, bisa dibilang perpaduan antara bubur dan kue nogosari, namun memiliki rasa yang lebih dominan gurih. Meskipun mirip seperti jajanan bubur, kudapan ini terdapat irisan daging pada bagian tengah yang membuat rasanya semakin nikmat.
Heny Mulyowati (60), warga Kelurahan Singonegaran, Banyuwangi, ini salah satu pembuat Kue Mentuk. Setiap Ramadan, dirinya rutin untuk membuat jajanan kuno yang sudah jarang ditemukan itu.
“Saya sudah sekitar tahun 2000 an membuat kue ini. Awalnya mempelajari orang tua saya yang dulunya juga sering membuat jajanan tradisional,” kata Heny saat ditemui di kediamannya yang juga jadi tempat produksi, Sabtu (8/3/2025).
Sama halnya dengan kue tradisional khas masyarakat Osing lainnya, Kue Mentuk relatif mudah untuk dibuat. Bahan bakunya terbuat dari tepung beras, lalu dikombinasikan dengan santan. Selanjutnya, daging sapi yang sudah dimasak dengan bumbu tertentu, diiris kecil-kecil.
Tepung beras yang sudah diolah menjadi bubur, kemudian ditempatkan pada daun pisang lalu diisi daging sapi pada bagian tengahnya.
“Setelah proses itu selesai, lalu dipincuk (melipat daun pisang) dan kemudian dikukus selama beberapa menit,” jelas Heny sapaan akrab Heny Mulyowati.
Menurut Heny, daging yang digunakan isian, biasanya tidak hanya daging sapi. Ada juga yang membuat menggunakan isian dari daging ayam, tergantung selera masing-masing orang.
“Saya sendiri menggunakan daging sapi, karena rasanya lebih gurih daripada daging ayam,” tuturnya.
Ibu 4 anak itu menceritakan, dalam sehari di bulan Ramadan, dia sebelumnya mampu memproduksi hingga 100 bungkus Kue Mentuk per harinya. Namun, saat ini hanya mampu memproduksi 35 bungkus.
Seperti halnya kue tradisional lainnya, Kue Mentuk buatan Heny dibanderol cukup ramah di kantong. Per bungkusnya hanya dibanderol seharga Rp5 ribu saja.
“Kalau dari saya per bungkus hanya Rp5 ribu. Tapi, kalau sudah diambil orang untuk dijual kembali, biasanya sama mereka dijual dengan harga antara Rp6 ribu sampai Rp7 ribu an,” bebernya.
Penjualan Kue Mentuk ini, lanjut Heny, akan semakin meningkat pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Apalagi pada saat malam-malam ganjil di akhir bulan Ramadan, biasanya semakin banyak pesanan yang datang.
“Penjualan paling laris itu 10 hari pertama dan 10 hari terakhir. Karena di hari-hari itu sudah jarang yang membuat Kue Mentuk,” tutupnya.
Ramadan tahun ini, Kue Mentuk kembali hadir menemani masyarakat Banyuwangi dalam menyambut bulan suci. Bagi yang belum pernah mencoba, kue ini layak untuk dicicipi sebagai bagian dari pengalaman kuliner khas Nusantara. (*)
Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa |
Editor | : Faizal R Arief |