TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Suasana pagi dipenuhi getaran mesin pemotong rumput yang berdentum menjadi simfoni yang menyertai persiapan untuk peringatan Hari Pahlawan 10 November di Taman Makam Pahlawan Wisma Raga Satria Banyuwangi, Jawa Timur.
Ngeeeng... ngeeeeng, begitu kiranya bunyi mesin pemotong rumput bersahutan ketika dioperasikan oleh tiga orang petugas kebersihan. Dengan semangat mereka bergerak lincah seperti pasukan prajurit yang siap mempertahankan tanah air. Masing-masing dari mereka membawa alat kebersihan dengan penuh dedikasi.
Pemotong rumput bergelombang menyapu hijauan taman, menciptakan jalur-jalur tertata rapi. Seakan-akan setiap lembar rumput yang terpotong adalah penghormatan kepada para pahlawan yang bersemayam di bawahnya.
Dalam keheningan, terdengar obrolan ringan antara para petugas, menceritakan kisah-kisah kepahlawanan yang menginspirasi. Di dekat gerbang, bendera merah putih berkibar dengan gagahnya, seakan-akan menceritakan kisah heroik para pejuang yang rela berkorban demi kemerdekaan.
Rasa nasionalisme terasa kental, menciptakan semangat kebersamaan di antara para petugas yang tengah bersiap-siap untuk menyambut momen Hari Pahlawan yang memang diperingati setiap tanggal 10 November tiap tahunnya.
Sinar matahari pagi semakin memancar, memberikan energi positif kepada mereka yang sibuk beraktivitas. Taman Makam Pahlawan menjadi saksi bisu akan persiapan yang penuh cinta dan pengabdian untuk mengenang jasa para pahlawan.
Dalam kebersamaan dan suka cita, para petugas dengan penuh semangat merapikan taman makam pahlawan. Mereka tahu bahwa setiap upaya kecil mereka adalah penghormatan kepada para pahlawan yang telah menjadi inspirasi bagi generasi-generasi yang akan datang.
“Setiap hari kita bersihkan, tapi saat momen Hari Pahlawan seperti ini kami bersihkan sampai nampak rapi dan bagus. Kita sudah seminggu bersih-bersih,” ucap Koordinator TMP Wisma Raga Satria Banyuwangi, Salehudin, Kamis (9/11/2023).
Meskipun terik matahari mulai memancar, para petugas tetap bekerja tanpa kenal lelah. Bulir keringat menetes deras dari wajah-wajah mereka yang penuh semangat.
Sebanyak 1143 makam pahlawan menjadi fokus perhatian mereka. Dengan hati yang penuh tanggung jawab, mereka berusaha menjadikan Wisma terakhir bagi para pahlawan itu tampak nyaman dan indah untuk dikunjungi oleh para peziarah yang akan melaksanakan tabur bunga.
Rumput kering yang menyelinap di antara makam-makam itu mereka babat dengan teliti, hingga menciptakan bak karpet hijau yang rapi. Pohon-pohon yang berdiri gagah di sekitar makam juga tidak luput dari perhatian mereka. Dengan keahlian dan ketelitian, cabang-cabang yang mengganggu dipangkas hingga menyisakan pemandangan yang jelas dan terbuka. Setiap langkah pemotongan menjadi bentuk penghargaan kepada pahlawan yang beristirahat di bawah naungan dedaunan.
Tidak hanya itu, para petugas dengan sigap menyusuri setiap sudut taman. Sampah-sampah yang mungkin mengganggu ketenangan tempat ini diangkat dan diseret dengan tong sampah. Dengan hati-hati, mereka membakar sampah di pinggiran makam, memastikan kebersihan dan kenyamanan Wisma yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi pahlawan-pahlawan besar.
Dengan kerja keras dan dedikasi yang tiada henti, para petugas TMP Wisma Raga Satria Banyuwangi menjadikan setiap sudut Wisma ini layak untuk dihormati. Dan ketika peziarah datang, mereka akan menemukan tempat yang tenang, indah, dan penuh penghargaan bagi para pahlawan yang telah mengabdi sepenuh hati.
“Mulai dari tanggal 8 hingga tanggal 16 November, jadwal di TMP Wisma Raga Satria Banyuwangi Full dari pagi sampai sore. Mulai dari instansi sampai sekolah-sekolah,” ujar Salehudin seraya melepas topi sawah yang dikenakannya untuk berlindung dari sinar surya.
Di bawah terik panas matahari yang membakar, pria yang akrab disapa Saleh itu duduk sejenak untuk istirahat. Wajahnya yang dibasahi keringat mencerminkan kelelahan setelah menjaga dan merawat TMP yang berada di Jalan Jendral Ahmad Yani, Taman Baru, Banyuwangi tersebut. Namun, di tengah kelelahan itu, Saleh tidak bisa menahan rasa sedihnya.
Pot Bunga yang pecah akibat anak-anak yang bermain bola di TMP Wisma Raga Satria Banyuwangi. (FOTO : Anggara Cahya /TIMES Indonesia)
Dengan suara yang masih tertegun oleh hembusan angin panas, Saleh mulai bercerita, bagaimana ia kerap merasa sedih ketika tempat yang selama ini menjadi tanggung jawabnya kini telah mengalami kerusakan.
"Sedih rasanya, mas. Setiap hari saya berjuang menjaga agar TMP ini tetap layak. Tapi, ternyata, banyak di antara mereka yang tidak menghargai," ucap Saleh sambil mengelap keringat di dahi.
Dengan penuh kepedulian, Saleh menjelaskan bahwa dia tidak keberatan melihat anak-anak bermain di TMP. Bahkan, itu adalah harapannya. Namun, dia berharap dengan segala fasilitas dan prasarana yang tersedia di TMP, anak-anak dapat bermain dengan penuh rasa tanggung jawab dan menghargai tempat tersebut.
"Sayang, harapan itu hanya tinggal harapan. Seringkali saya menemui pot-pot bunga yang hancur, fasilitas yang rusak akibat ulah bocah-bocah yang kurang mengerti. Mereka bermain dengan tanpa memperhatikan kerusakan yang mereka tinggalkan," tambahnya dengan raut wajah penuh kekhawatiran.
Dengan nada kecewa, Saleh menunjuk ke sebuah sudut TMP di mana pot-pot bunga hancur dan kran patah.
"Lihat, Mas. Itu pot bunga pecah, dan ada yang patah juga," ucap Saleh sambil menunjuk dengan perasaan sedih.
"Kalau sudah gerbang ditutup, banyak yang manjat pagar, akhirnya dibuat bermain di dalam," imbuhnya.
Wajah Saleh mencerminkan kekecewaan yang mendalam. Baginya, setiap kerusakan di TMP ini bukan hanya merusak tampilan fisik, tetapi juga merusak makna dan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh generasi muda.
"Dulu, saya senang melihat anak-anak bermain di sini. Tapi sekarang, rasanya pedih melihat pot-pot bunga yang saya rawat dengan telaten pecah," lanjut Saleh, suaranya bergetar oleh kekecewaan.
Meski begitu, Saleh tetap berusaha menjaga TMP dengan setulus hati. Dia tahu betul betapa pentingnya tempat ini bagi anak-anak sebagai tempat berkumpul, bermain, dan belajar. Saleh hanya berharap agar ini dapat menjadi pemahaman bersama, sehingga anak-anak bisa menghargai dan merawat tempat bermain mereka sendiri.
"Pilu rasanya, Mas, melihat tempat peristirahatan akhir para pahlawan dari Pejuang Rakyat (PJR) yang telah membawa kedamaian pada Bumi Blambangan, khususnya. Terlihat seperti kurang terawat karena adanya kerusakan," ungkapnya.
Dia menatap dengan mata yang dipenuhi kepedihan ke arah makam-makam para pejuang. Sebuah aura kesedihan terpancar dari wajahnya, seakan-akan menjadi saksi bisu atas penghormatan yang kurang diberikan pada tempat yang seharusnya menjadi tempat damai bagi pahlawan-pahlawan besar.
Dalam suasananya yang sepi, Saleh merenung sejenak, mungkin merenungi betapa sulitnya menjaga dan merawat TMP yang menjadi saksi sejarah perjuangan.
Sayangnya, hal tersebut bukanlah masalah utama yang dihadapi TMP yang dibangun pada masa pemerintahan Bupati Joko Supaat Slamet tersebut.
"Saat pagi tiba, setelah para petugas membuka gerbang, banyak sekali ditemukan botol minuman beralkohol berserakan," tambahnya.
Ia menceritakan bagaimana tempat yang seharusnya dihormati dan dijaga dengan baik, menjadi sasaran pelanggaran dan ketidakdisiplinan.
Tempat persemayaman para pahlawan dijadikan sebagai tempat untuk menuangkan minuman keras, sebuah tindakan yang jauh dari rasa hormat yang seharusnya diberikan kepada para pejuang kemerdekaan.
"Susah kalau seperti ini, sudah dilarangpun sama saja. Padahal lokasinya sendiri di pemukiman padat dan jalan raya, terlebih di depan gedung kantor bupati," keluh Saleh.
Ia membagikan kisah kejadian semalam, di mana sepasang pria dan wanita terlihat minum alkohol di TMP. Namun, menurut kesaksian masyarakat sekitar Wisma Pahlawan itu, insiden semacam itu sudah sering terjadi.
Bahkan, mereka mencatat bahwa kala malam, orang-orang sering melompat dari Taman Sayu Wiwit ke TMP Wisma Raga Satria.
Dengan suara yang penuh harap, Saleh berpesan kepada seluruh masyarakat Banyuwangi untuk lebih menjaga tempat umum dan tidak menyalahgunakan ruang tersebut sebagai tempat kenakalan.
Ia menyoroti pentingnya menghormati TMP sebagai tempat yang suci, di mana para pahlawan yang telah membela tanah air bersemayam.
"Semoga masyarakat lebih menghormati para pahlawan," kata Saleh.(*)
Pewarta | : Anggara Cahya |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |