TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Kabupaten Banyuwangi menghadapi kekurangan tenaga pendidik di jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi ini memaksa pemerintah daerah melakukan sejumlah langkah efisiensi, salah satunya dengan merger alias penggabungan sekolah dasar yang kekurangan guru dan siswa.
Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi, jumlah kekurangan guru di kabupaten ujung timur Pulau Jawa itu mencapai sekitar 1.600 orang. Sementara total tenaga pendidik yang ada saat ini, sekitar 6.000 guru yang tersebar di seluruh kecamatan.
Kepala Dispendik Banyuwangi, Suratno, menjelaskan bahwa jumlah tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan ideal untuk menjangkau seluruh satuan pendidikan yang ada, terutama di wilayah pedesaan dan daerah terpencil.
“Sebagian besar guru di Banyuwangi sudah berstatus P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), yakni sekitar tiga per lima dari total tenaga pendidik yang ada. Sedangkan sekitar satu per lima lainnya berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil),” kata Suratno, Rabu (8/10/2025).
Suratno mengungkapkan, sejumlah guru PNS saat ini sudah mendekati usia pensiun dan secara bertahap akan memasuki masa purna tugas. Kondisi tersebut, menyebabkan kekurangan guru semakin terasa, karena rekrutmen baru belum bisa sepenuhnya menutupi kebutuhan yang ada.
Dispendik Banyuwangi, terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk mencari solusi, termasuk usulan penambahan formasi guru P3K pada tahun-tahun mendatang.
“Kebutuhan tenaga pendidik ini penting agar pemerataan mutu pendidikan bisa terus dijaga,” tutur Suratno.
Akibat persoalan kekurangan guru tersebut, Banyuwangi terpaksa melakukan beberapa merger sekolah. Hingga saat ini, total sudah ada 20 SD di Bumi Blambangan yang dimerger, dan pada tahun 2025 ini dua sekolah diajukan untuk penggabungan.
Suratno menjelaskan, merger dilakukan karena alasan efisiensi dan pemerataan mutu pendidikan. Selain karena kekurangan guru, sekolah-sekolah yang dimerger juga umumnya mengalami kekurangan siswa.
“Merger ini satu-satunya langkah yang bisa kita lakukan agar sistem pendidikan tetap berjalan efektif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Suratno menyebut bahwa dasar utama kebijakan merger tetap mempertimbangkan kondisi geografis sekolah. Sekolah yang berada di wilayah terpencil, akan tetap dipertahankan agar anak-anak di daerah tersebut tetap mendapatkan akses pendidikan.
“Kita menyesuaikan kondisi di lapangan. Baik merger maupun mempertahankan sekolah harus berpijak pada prinsip bahwa anak-anak tidak boleh kehilangan haknya untuk belajar,” tutupnya.
Meski dihadapkan pada berbagai keterbatasan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berkomitmen untuk terus menjaga agar dunia pendidikan di daerahnya tidak mengalami ketimpangan.
Upaya penggabungan sekolah, menjadi salah satu langkah strategis yang diambil demi menjaga efektivitas pembelajaran di tengah kekurangan guru dan menurunnya jumlah siswa di beberapa wilayah. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |