TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Angka kematian ibu atau AKI di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, turun dibandingkan tahun lalu. Hingga September tahun ini, tercatat ada 18 kasus AKI. Sementara 2021 jumlah AKI di Bumi Blambangan ini sebanyak 55 kasus.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) pada Dinkes Kabupaten Banyuwangi, Hanipan. Penurunan AKI ini diyakini berkat penerapan aplikasi E-Kohort sejak awal tahun lalu di seluruh Puskesmas di daerah berjuluk Sunrise of Java ini.
Yakni aplikasi pencatatan ibu hamil mulai dari pemeriksaan, kehamilan, melahirkan, dan dalam masa nifas atau 42 hari setelah melahirkan tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup keseluruhannya tercatat secara E-Kohort.
Selain untuk memaksimalkan pencatatan, Dinkes bekerjasama dengan lintas sektor. Antara lain dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Terutama terkait penemuan dan pendataan ibu hamil.
Mengapa? Karena jikalau ibu hamil ditemukan sedini mungkin, adanya gangguan kehamilan dapat diantisipasi serta diobati sebelum terlambat.
"Terdapat 18 ibu hamil meninggal tercatat hingga September ini. Sedangkan ditahun 2021 ada 55 kasus kematian pada ibu hamil," papar Hanipan.
Masih, Hanipan, sebanyak 38,2 persen terjadi di rumah sakit (RS) swasta, sedangkan di RS pemerintahan 34,5 persen.
"AKI pada saat perjalanan ibu hamil menuju pelayanan kesehatan sebesar 5,5 persen dan 21,8 persen berada di rumah," ucapnya.
Selain itu, angka kematian pada ibu hamil juga lantaran dipengaruhi oleh adanya faktor umur.
"Ibu hamil yang berumur 31-40 tahun ditemukan sejumlah 49,1 persen, sedangkan usia dibawah 20 tahun sebanyak 38,2 persen," urainya.
Hanipan juga menjelaskan, tingginya AKI di tahun 2021 dikarenakan lantaran adanya Covid-19.
"Pada semester pertama tahun 2022 sebesar 59 persen AKI yang didominasi pada ibu rumah tangga," tuturnya.
Menurutnya, AKI pada ibu hamil disebabkan oleh eklamsia/hipertensi, pendarahan, dan pada saat selesai melahirkan sampai 42 hari.
"Kejadian kematian ibu di tahun 2022 lebih banyak pada saat nifas yaitu setelah ibu melahirkan. Dihitung mulai dari melahirkan sampai 42 hari setelah melahirkan itu lebih banyak di sana angkanya," urainya.
Banyaknya masyarakat yang lalai dan menganggap aman waktu selesai melahirkan menjadikan jumlah AKI semakin tinggi.
"Terkadang masyarakat kalau sudah melahirkan merasa aman. AKI pasca nifas berada diangka 50 persen. Tetapi, di saat hamil kurang lebih 33 persen dan pada saat melahirkan 17 persen," terangnya.
Memang seharusnya, ibu hamil harus lebih diperhatikan, terutama pada semester awal yakni kurang dari 12 minggu. Sebaiknya, ibu hamil melakukan pemeriksaan ANC (Antenatal Care) minimal 6 kali. Agar trimester pertama, kedua, dan ketiga dapat dipantau oleh petugas kesehatan.
Hanipan juga membeberkan angka kematian bayi (AKB). Yang tertinggi yakni terjadi kepada bayi yang beratnya kurang dari 2500 gram sebanyak 76 persen.
"Bayi berbobot 2500 gram keatas mencapai angka kematian sebesar 23,8 persen pada tahun 2022," imbuhnya.
Untuk diketahui, terdapat program Dinkes pada pendampingan ibu hamil yang memiliki resiko tinggi yakni dengan didampingi langsung oleh para kader posyandu. Salah satu contoh yakni program yang ada di Kecamatan Sempu. Di sana, untuk menemukan ibu hamil mereka bekerja sama dengan pedagang sayur keliling. Karena memang pedagang sayur keliling menjadi tempat perkumpulan ibu-ibu. Selanjutnya pedagang sayur tersebut menyampaikan kepada pihak terkait apabila menemukan ibu hamil.
Tak hanya itu, di Sempu juga ada program sakinah (stop angka kematian ibu dan balita). Masyarakat Sempu, Kabupaten Banyuwangi yang mayoritas bertempat tinggal jauh dari pelayanan kesehatan, akan dijemput untuk dibawa kerumah singgah hingga ke pelayanan kesehatan terdekat. Upaya itu dilakukan untuk menekan angka kematian ibu. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Muhammad Iqbal |