TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi dan Dewan Kesenian Blambangan (DKB) mengecam terhadap tindakan seorang penari karnaval yang berjoget tidak sesuai dengan etika sambil berbusana tari Gandrung.
Kejadian yang disinyalir terjadi di Kabupaten Kediri pada 26 Januari 2025, itu menjadi viral di Media Sosial (Medsos) dan menuai banyak perhatian serta kritik dari berbagai pihak.
Imbas viralnya video tersebut menjadi perhatian khusus bagi Disbudpar, DKB, dan pelaku seni di Banyuwangi. Sehingga, mereka menggelar pertemuan untuk menyikapi kejadian tersebut, di Kantor Disbudpar Banyuwangi pada Kamis, (6/2/2025).
Mereka menilai aksi jogetan yang tidak pantas tersebut telah merusak citra dan nilai sakral dari Tari Gandrung, yang merupakan ikon budaya Bumi Blambangan.
Tari Gandrung sendiri dikenal sebagai tarian tradisional yang penuh makna dan memiliki nilai sejarah tinggi, sehingga harus dijaga keluhuran dan kesopanan dalam setiap penampilannya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disbudpar Banyuwangi, Taufik Rohman, menyatakan bahwa pihaknya menyayangkan dan mengecam tindakan tersebut karena tidak menghormati nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tarian tradisional Gandrung.
“Kostum Gandrung bukanlah sekedar pakaian, akan tetapi mengandung filosofi dan makna yang mendalam bagi masyarakat Banyuwangi,” kata Taufik setelah berdiskusi dengan pihak DKB dan perwakilan pelaku seni di Bumi Blambangan, Kamis (6/2/2025).
Menurut Taufik, untuk kostum Gandrung dan kostum adat daerah lain, ada aturan khusus yang harus diperhatikan. Kostum ini tidak bisa digunakan sembarang. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa ada aturan khusus dalam penggunaannya.
“Penggunaan kostum tersebut harus sesuai dengan pakem-pakem yang telah ada dan tidak boleh digunakan sembarangan,” ujarnya.
Taufik mengungkapkan, hasil dari diskusi bersama DKB dan para seniman budayawan Banyuwangi, salah satunya meminta para pelaku melakukan permintaan maaf secara terbuka di media sosial.
Sementara itu, Ketua DKB, Hasan Basri, menekankan bahwa kesenian Gandrung bukan sekadar hiburan atau ekspresi estetika, melainkan memiliki latar belakang historis, nilai mistis, dan makna religius yang dalam. Hal ini terlihat dari asal-usul kesenian Gandrung yang berkaitan dengan ritual adat.
“Kesenian Gandrung berasal dari tradisi atau ritual adat tertentu misalnya Seblang, yang memiliki makna spiritual dan religius. Oleh karenanya, kesenian ini tidak boleh dipandang hanya sebagai bentuk hiburan, tetapi juga sebagai warisan budaya yang sarat dengan nilai-nilai luhur,” tuturnya.
Sebagai langkah tindak lanjut, Disbudpar Banyuwangi bersama Dewan Kesenian Blambangan akan mengadakan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga dan menghormati tata cara penggunaan kostum tradisional.
Kampanye ini akan dilakukan melalui berbagai media, termasuk video edukatif yang akan dibagikan di media sosial, agar masyarakat lebih memahami dan tidak melakukan kesalahan serupa di masa depan. (*)
Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa (MG) |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |