TIMES BANYUWANGI, JAKARTA – Anggota DPD RI, Dr. Lia Istifhama M.E.I. menyoroti berbagai modus penipuan yang memanfaatkan teknologi digital. Salah satunya modus penipuan menjelang masa pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak 2024 yang mengatasnamakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan hingga pihak perbankan untuk menipu wajib pajak (WP).
“Modus-modus penipuan ini semakin menjamur, semakin berbahaya dan bisa merugikan korban secara finansial dan hukum,” kata Ning Lia sapaan akrab Lia Istifhama kepada TIMES Indonesia, Rabu (12/3/2025).
Perempuan yang terkenal dengan akronim Cantik (Cerdas, Inovatif, Kreatif) tersebut memaparkan jika saat ini salah satu modus yang paling sering dijumpai menjelang pelaporan SPT adalah pemberitahuan mengenai kewajiban pajak yang harus dibayar. Pelaku penipuan mengirimkan email, pesan melalui WhatsApp, atau SMS yang mengklaim bahwa WP memiliki tunggakan pajak atau kurang bayar.
"Biasanya, pesan tersebut berisi ancaman bahwa jika tidak segera melakukan pembayaran atau konfirmasi, WP akan dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang dapat berujung pada pidana penjara selama 6 bulan hingga 6 tahun," ungkapnya.
Modus ini seringkali melibatkan aplikasi-aplikasi palsu yang diklaim sebagai aplikasi resmi, seperti Coretax yang digunakan untuk meminta konfirmasi atau pengisian data pribadi melalui email.
“Tujuan utama dari modus ini adalah untuk mendapatkan akses ke data pribadi korban, seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan informasi perbankan, yang bisa dimanfaatkan untuk tindakan kriminal lebih lanjut,” jelas anggota Komite III DPD RI ini.
Kasus penipuan lainnya yakni phishing menjadi salah satu metode yang paling efektif dan marak digunakan oleh penjahat siber. Penipu mengirimkan link palsu yang tampaknya berasal dari situs resmi DJP atau bank tertentu, dengan tujuan mengelabui korban agar memasukkan informasi pribadi seperti data login akun e-banking, password, hingga informasi kartu kredit.
"Link palsu ini sering kali menyerupai situs resmi sehingga sulit dibedakan oleh orang awam," paparnya.
Selain itu, lanjut Ning Lia, ada modus penipuan lain yang kini beredar adalah pengiriman pesan yang mengaku sebagai pengirim paket dari ekspedisi atau undangan pernikahan. Pesan ini berisi link atau lampiran yang apabila dibuka, mengandung malware atau virus yang dapat mencuri data pribadi korban.
"Penipu bahkan bisa mencantumkan nomor rekening untuk meminta pembayaran biaya pengiriman atau administrasi palsu," lanjutnya.
Dalam menghadapi modus penipuan ini, Ning Lia memaparkan penting bagi masyarakat untuk memahami hak dan perlindungannya sebagai Wajib Pajak. Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memberikan perlindungan terhadap WP yang melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan transparan.
Dimana, pajak adalah kontribusi wajib yang dikenakan kepada setiap individu atau badan yang berpenghasilan, sesuai dengan prinsip keadilan dan kemanfaatan untuk kepentingan negara.
“Dalam konteks ini, saya berharap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi pemerintah yang bertugas dalam pemungutan pajak, memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada masyarakat mengenai kewajiban perpajakan mereka,” harapnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pelaporan SPT Tahunan adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak (WP) dalam rangka mendukung pencapaian keadilan fiskal dan pemerataan pembangunan.
“Saya berharap DJP tidak akan pernah meminta konfirmasi melalui saluran yang tidak resmi seperti WhatsApp atau SMS. Semua prosedur resmi terkait pelaporan dan pembayaran pajak harus dilakukan melalui saluran yang sah dan terpercaya. Karena dalam UU ini juga mengatur sanksi bagi pelaku penipuan pajak yang merugikan masyarakat, serta menyediakan mekanisme pelaporan yang aman dan dapat diakses oleh WP,” tegas Lia Istifhama yang juga anggota Panitia Perancang Undang Undang (PPUU) DPD RI ini.
Di tengah maraknya berbagai modus penipuan yang semakin canggih, Ning Lia mengingatkan, kewaspadaan menjadi kunci utama bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan mereka dengan aman.
“Sangat pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk mengenali berbagai bentuk penipuan yang ada, serta melaporkan setiap kejadian yang mencurigakan kepada pihak yang bersangkutan atau aparat penegak hukum. Dengan begitu, masyarakat dapat terlindungi dari potensi kerugian finansial maupun penyalahgunaan data pribadi yang merugikan,” pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Lia Istifhama Minta Masyarakat Waspada Penipuan Siber Jelang SPT Tahunan
Pewarta | : Rudi Mulya |
Editor | : Deasy Mayasari |