TIMES BANYUWANGI, BALI – Ogoh-ogoh merupakan sarana para umat Hindu di Bali mengekspresikan dan menggambarkan Butha Kala saat Nyepi. Butha kala merupakan tokoh antagonis pewayangan yang digambarkan sebagai raksasa berwajah menyeramkan. Tokoh ini mewakili segala keburukan dan kejahatan di muka bumi.
Kata ogoh-ogoh sendiri diambil dari bahasa Bali yakni ogah-ogah yang artinya digoyang-goyangkan. Ogoh-ogoh sendiri mulai diperkenalkan pada tahun 1983. Tahun tersebut merupakan tahun dimana Nyepi dinobatkan sebagai salah satu hari libur nasional.
Nah, untuk merayakan hal tersebut para seniman Bali mengekspresikan kegembiraan mereka dengan membuat ogoh-ogoh ini. Dalam perkembangannya, bentuk ogoh-ogoh tak melulu wajah seram Butha Kala. Ada yang berbentuk naga, babi, bahkan ada yang menyerupai pemimpin dunia, artis, tokoh agama ataupun penjahat.
Ogoh-ogoh umumnya terbuat dari bambu yang dirakit sedemikian rupa dan dilapisi kertas bekas untuk kemudian di cat. Beberapa ada pula yang menggunakan styrofoam atau gabus untuk hasil yang lebih bagus. Namun dengan berkembangnya jaman para pengrajin berlomba membuat ogo-ogoh dari barang bekas.
Pembuatan ogoh-ogoh membutuhkan waktu yang lama. Selain ukurannya yang besar, dibutuhkan pula ketelatenan dan kejelian dalam pengerjaannya. Harganyapun tak murah. Sebuah ogoh-ogoh akan membutuhkan biaya minimal 8 juta rupiah. Dana pembuatannya umumnya berasal dari sumbangan para warga.
Para warga akan membuat ogoh-ogoh sekreatif mungkin. Bahkan sebelum pandemi di beberapa daerah di Bali akan mengadakan perlombaan ogoh-ogoh. Kreasi terbaik yang menang akan mengharumkan nama desa mereka. Pemenang akan diarak dari mulai tempat perlombaan menuju desa mereka.
Seluruh ogoh-ogoh juga akan diarak saat Ngrupuk, sehari sebelum Nyepi. Festival inilah yang ditunggu oleh penduduk stempat beserta wisatawan domestik dan mancanegara. Selesai diarak ogoh-ogoh bernilai jutaan ini akan dibakar sebagai simbol pensucian.
Namun pandemi telah merubah adat mengarak ogoh ogoh. Pemerintah tidak mengijinkan penduduk mengikuti arakan ogoh-ogoh ataupun sekedar menontonnya. Hanya mereka yang terlibat saja yang diperbolehkan. Demikian pula Nyepi kali ini. Tetap akan ada pawai ogoh-ogoh namun tak seperti saat kondisi normal berlaku. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kenalan Lebih Dekat Dengan Ogoh-ogoh Nyepi di Bali
Pewarta | : |
Editor | : Khodijah Siti |