https://banyuwangi.times.co.id/
Pendidikan

Guru Besar FHUB: Penyelesaian Sengketa di Bale Mediasi NTB Sangat Berkeadaban

Sabtu, 09 September 2023 - 21:49
Guru Besar FHUB: Penyelesaian Sengketa di Bale Mediasi NTB Sangat Berkeadaban Foto bersama usai Focus Group Discussion (FGD) di Bale Mediasi, Jalan Langko 31, Dasan Agung, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, NTB. (FOTO: Tim Hibah Guru Besar FHUB for TIMES Indonesia)

TIMES BANYUWANGI, MALANG – Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi (pengadilan) dan non litigasi (di luar pengadilan) menjadi dua pilihan umum yang sering digunakan. Penyelesaian sengketa melalui lembaga adat masuk kategori kedua, jalur non litigasi. Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Guru Besar FHUB) Prof Moh Fadli di Mataran, NTB, Sabtu (9/9/2023).

Guru Besar FHUB itu mengungkap, penyelesaian sengketa melalui lembaga adat atau kearifan lokal yang ada di Indonesia sangat menarik perhatiannya.

Kali ini, Prof Fadli bersama tim peneliti dari Hibah Guru Besar FHUB mencoba menggali dan meniliti lebih jauh tentang institusi lembaga adat Bale Mediasi di Provinsi NTB dalam menyelesaikan sengketa.

Tim peneliti Hibah Guru Besar FHUB yang dipimpin oleh Prof Fadli ini, terdiri dari Dr. Shinta Hadiyantina, Dr. Dewi Cahyandari, dan Airin Liemanto, S.H., L.LM (Mahasiswa S3 FH UB). Karena lokasi yang cukup jauh, Prof Fadli dan Airin dibantu 2 enumerator yaitu Dr (c) Miftahus Sholehuddin, dan Dr. Mustafa Lutfi.

Setelah menjaring data melalui pakar, aktivis bale mediasi, dan masyarakat, tim peneliti Hibah Guru Besar FHUB pada Sabtu (2/9/2023) minggu lalu, melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Bale Mediasi, Jalan Langko 31, Dasan Agung, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, NTB.

"Riset ini merupakan satu episode dengan riset sebelumnya yang dilakukan di Masyarakat Adat Baduy terkait 'Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Adat,' kata Prof Fadli.

Hadir sebagai nara sumber dalam FGD itu, Dr. Maminda L.S. Satrawan (pakar hukum, Ketua Bale Mediasi NTB); Prof. Dr. H. M. Galang Asmara, S.H., M.Hum. (pakar hukum, Ketua Senat Universitas Mataram); Dr. Muh. Risnain (dosen, FH Universitas Mataram); Dr. Sri Karyati (peneliti, Wakil Rektor I Universitas Islam Al Azhar Lombok); dan Hery Mahardika, M.H. (peneliti, sekaligus Jurnalis Times Indonesia) serta beberapa volunter termasuk mereka yang memiliki posisi penting.

Prof Fadli sempat menyinggung penelitian serupa sebelumnya di Baduy (akhir Juli), bahkan di Aceh Besar dan Takengon (Mei 2023). Walau ketiga tempat tersebut memiliki pola atau mekanisme yang berbeda sesuai nilai-nilai atau kearifan lokal setempat, namun tujuan akhirnya mirip bahkan sama.

"Penyelesaian sengketa melalui Bale Mediasi ini merupakan fenomena menarik dan unik yang merupakan distingsi dari masyarakat Nusantara yang kaya akan khazanah kearifan lokal sebagai cermin peradaban yang diwariskan oleh para leluhur," ucapnya.

Lembaga (Bale Mediasi) ini diformalkan. Semula dimaksudkan menyelesaikan perkara spesifik termasuk pidana ringan. Tetapi karena prestasinya, malah diminta menyelesaikan perkara pembunuhan, pertikaian antar kelompok masyarakat, suatu persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh lembaga formal.

"Ini menarik untuk diteliti lebih lanjut," imbuh Prof Fadli.

Dalm FGD itu, perkembangan Bale Mediasi di NTB dari waktu ke waktu disampaikan oleh Dr. Maminda LSS. Menurut Maminda, Bale Mediasai mencerminkan beberapa kalangan adat, budaya, masyarakat dan unsur perguruan tinggi yang secara bersama-sama bersinergi untuk membantu para pihak yang bersengketa guna duduk bersama dengan pola kekerabatan melalui jalan mediasi dan bermusyawarah secara kekeluargaan.

"Sejatinya para pihak tersebut merupakan sesama saudara. Hanya karena konflik selama puluhan tahun tidak bertegur sapa. Tapi akhirnya selesai melalui mediasi lembaga ini, diiringi deraian tangis air mata untuk menyudahi konflik tersebut secara damai," kata Maminda saat mengisahkan rekaman video yang diberikan kepada tim peneliti saat Bale Mediasi menyelesaikan sebuah sengketa.

Sementara Prof Dr. H. M. Galang Asmara, S.H., M.Hum. menuturkan, hampir seluruh kabupaten di NTB memiliki Bale Mediasi. Khusus di Kabupaten Lombok Utara (KLU) sudah terbentuk sebelumnya yaitu Kramadesa yang lebih tua, terbentuk dibawah naungan adat.

Secara historis Bale Mediasi dibentuk melalui Peraturan Gubernur lalu dibuatlah Surat kepengurusan pada tahun 2015 dan pengurusnya dilantik oleh Gubernur. Prinsip yang dijadikan dasar untuk menyelesaikan sengketa yang diambil dari nilai adat Sasak, seperti prinsip tetuah adat “Yen putus tali zinah ten wenang wicare maleg, siapa iku wicare maleg wenang kene pidende”. Artinya “kalo sudah disepakati dan ditetapkan tidak boleh dipersoalkan lagi, siapa yang bicarakan kembali dapat /harus dikeluarkan denda atau sanksi.

Hal itulah merupakan filosofi adat sasak yang dipegang teguh secara bersama-sama. Ketika sudah disepakati tidak boleh diingkari lagi. Apabila dilanggar akan mendapat sanksi.

Sementara Dr. Muh. Risnain, S.H., M.H., menuturkan penyelesaian sengketa melalui lembaga adat di Lombok pada umumnya ada 2 (dua). Seperti pertama Lembaga adat yang dibentuk oleh pemda, kedua lembaga adat yang dipertahankan dari leluhur secara turun temurun walaupun tidak seluruhnya. Pada prinsipnya bersifat pasif, karena tidak mencari perkara. Masyarakat yang membutuhkan peran lembaga adat tersebutlah yang mencari dan mendatangi.

Dr. Sri Karyati, yang juga pernah meneliti Bale Mediasi ini menyinggung Desa Sade. Masyarakat asli sudah banyak keluar melancong. Ketika pulang membawa kebiasaan atau akulturasi budaya luar masuk ke dalam melebur menjadi kebiasaan. Apakah hal tersebut bisa kompetible dengan hukum positif keberadaan dari lembaga penyelesesaian sengketa adat tersebut?

Dr. Sri Karyati merekomendasikan perlunya membuat perda khusus terkait pengakuan hukum adat yang mengakomodir lembaga penyeleseaian sengketa berikut ketentuan hukum acaranya, sehingga perlu adanya prosedur harmonisasi antara penyelesaian sengketa adat dengan hukum positif itu sendiri.

FHUB-b.jpgKegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Bale Mediasi, Jalan Langko 31, Dasan Agung, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, NTB. (FOTO: Tim Hibah Guru Besar FHUB for TIMES Indonesia)

Adapun Heri Mahardika, M.H., seorang peneliti dan jurnalis memberikan reportase seputar perkembangan mekanisme penyelesaian sengketa adat di Lombok Utara.

Dia menambahkan, bahwa terdapat tiga jenis model penyelesaian sengketa antara lain yaitu sengketa ringan, menengah dan berat. Masing-masing berbeda-beda sanksinya. Tergantung berat ringannya kasus, hal tersebut berlaku di 43 desa di Lombok Utara.

Acara FGD tentang Bale Mediasi tersebut berlangsung kurang lebih tiga jam. Diskusi dan pendalaman materi yang dilakukan oleh tim peneliti Hibah Guru Besar FHUB dieksplore secara komprehensif oleh para nara sumber yang kompeten. Selain akademisi mereka juga praktisi yang sudah lama berkecimpung sebagai pegiat lembaga penyelesaian sengketa adat.

Diskusi ditutup dengan pemberian cendera mata dan sesi foto bersama di ruangan kantor Bale Mediasi NTB.

Prof Fadli mengaku sangat puas. Ikhtiar panjangnya mencari pembicara yang tepat, menyeleksi pembicara FGD, agar tim peneliti dapat mengetahui kedalaman sejarahnya, praktiknya, hingga realitas di lapangan terutama daerah pelosok yang jauh dari pusat kota Mataram, benar-benar menghasilkan temuan yang lebih dari yang diharapkan.(*)

Pewarta :
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Banyuwangi just now

Welcome to TIMES Banyuwangi

TIMES Banyuwangi is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.