TIMES BANYUWANGI, JAKARTA – Pembangunan desa memegang peranan penting dalam memperkuat fondasi ekonomi dan sosial suatu negara. Desa merupakan unit terkecil yang menjadi tempat bagi sebagian besar populasi, dan kemajuan desa berkontribusi langsung terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Investasi dalam pembangunan desa tidak hanya meningkatkan infrastruktur dan layanan publik, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Oleh karena itu, memastikan bahwa pembangunan desa dilakukan secara efektif sangatlah penting untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Namun, untuk memastikan keberhasilan pembangunan desa, penting untuk memiliki ukuran yang akurat dan konsisten dalam menilai kemajuan. Ukuran keberhasilan yang tepat memungkinkan para pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian lebih, mengevaluasi efektivitas program, dan membuat keputusan berbasis data yang lebih baik.
Dengan adanya alat ukur yang terintegrasi dan harmonis, proses perencanaan dan evaluasi dapat dilakukan dengan lebih efisien, memastikan bahwa upaya pembangunan desa memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat desa dan mendukung pencapaian tujuan pembangunan yang lebih luas.
Polemik Ukuran Kemajuan Desa
Kehadiran berbagai data indeks untuk mengukur capaian pembangunan desa telah menimbulkan pertanyaan mengapa ukuran-ukuran ini selama ini dibiarkan untuk tidak diharmonisasikan. Di tengah banyaknya indeks yang tersedia, muncul kebingungan mengenai alasan di balik perbedaan pendekatan dalam penilaian kemajuan desa.
Indeks Pembangunan Desa (IPD) dan Indeks Desa Membangun (IDM) merupakan dua indikator utama yang dirancang untuk menilai perkembangan desa dari berbagai sudut pandang. Sementara itu, Indeks Kesulitan Geografis (IKG) digunakan khusus untuk pengalokasian dana desa, menambah kompleksitas dalam pengukuran.
Semua indeks ini, meskipun bertujuan untuk tujuan yang mirip, mengandalkan sumber data yang sama, yaitu informasi yang diperoleh dari desa-desa itu sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang efektivitas dan efisiensi penggunaan berbagai indeks tersebut dalam menggambarkan kemajuan desa. Penggunaan berbagai ukuran yang saling berbeda ini berpotensi menyebabkan ketidakpastian dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan.
Meski dua kali Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah ditetapkan, masalah pengukuran pembangunan desa tetap tidak terselesaikan. Yang mana sejak periode 2015-2019 telah banyak pembahasan mengenai integrasi ukuran keberhasilan pembangunan desa antara Indeks Pembangunan Desa (IPD) dan juga Indeks Desa Membangun (IDM). Namun, pada periode 2020-2024, tantangan serupa muncul kembali dengan adanya IDM dan Indeks Desa (ID), yang seolah menggambarkan kesulitan pemerintah dalam mencapai kolaborasi yang efektif.
Masalah evaluasi pembangunan desa seharusnya telah terselesaikan pada RPJMN 2015-2019 dengan penggabungan IPD dan IDM menjadi Indeks Desa (ID). Kolaborasi antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Badan Pusat Statistik (BPS) telah berhasil menciptakan ID sebagai patokan untuk RPJMN 2020-2024.
Namun, IDM masih dipertahankan untuk pengalokasian dana desa terkait alokasi afirmasi dan kinerja, meskipun ID sudah ditetapkan sebagai patokan. Kemenkeu seharusnya dapat mengadopsi ID dalam peraturan menteri, namun IDM tetap berlaku melalui Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 80/2022, seolah menambah satu ukuran evaluasi baru.
Kondisi semakin rumit ketika ID tidak dihitung oleh BPS pada 2022 dan 2023 akibat pemangkasan anggaran dan Automatic Adjustment (AA), sehingga pemutakhiran data desa tidak dilakukan. Masalah ini dapat dihindari jika ada forum reguler Eselon 1 antar kementerian/lembaga yang membahas kebijakan administrasi desa, seperti yang direkomendasikan setelah kolaborasi tahun 2019. Penting bagi pemerintah untuk menjaga konsistensi keputusan dalam evaluasi pembangunan desa agar terukur secara efektif sesuai amanat UU Desa.
Menyambut Lahirnya Indeks Desa
Kondisi terkini, Pemerintah pada Maret 2024 memperkenalkan Indeks Desa sebagai satu-satunya indikator untuk menilai kemajuan desa-desa di Indonesia. Indeks ini dirancang untuk menyederhanakan proses pengukuran dan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang perkembangan di tingkat desa.
Mulai tahun 2025, hasil perhitungan berdasarkan Indeks Desa akan digunakan secara resmi dalam berbagai kebijakan dan perencanaan. Indeks ini akan menjadi alat utama untuk merancang dan melaksanakan program-program yang bertujuan untuk meratakan pembangunan di seluruh wilayah desa.
Dengan pengaplikasian Indeks Desa yang seragam ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan efektivitas dan konsistensi dalam perencanaan pembangunan desa. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua desa mendapatkan perhatian yang seimbang dan sumber daya dialokasikan secara adil untuk mencapai pemerataan pembangunan yang lebih baik.
Harapan Baru Harmonisasi Kemajuan Pembangunan Desa
Penggunaan Indeks Desa yang baru saja diterapkan perlu didukung dengan informasi yang lengkap dan akurat untuk memastikan efektivitasnya dalam perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki data yang mendetail mengenai target sasaran, program pembangunan yang akan dijalankan, dan lokasi fokus dari setiap program. Informasi ini akan membantu merancang intervensi yang tepat sasaran dan memastikan bahwa semua desa mendapatkan perhatian yang sesuai berdasarkan kebutuhan spesifik masing-masing desa.
Selanjutnya, Indeks Desa harus berfungsi sebagai jembatan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional dengan cara mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, prinsip ketersediaan data presisi harus diterapkan secara konsisten.
Data yang presisi mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan demografi di perdesaan akan memudahkan pemantauan kemajuan dan evaluasi dampak program-program pembangunan, sehingga program-program tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh masing-masing desa.
Untuk memastikan Indeks Desa dapat memberikan manfaat maksimal dan mencapai outcome pembangunan desa yang diharapkan, perlu adanya mekanisme evaluasi dan pemantauan yang berkelanjutan. Ini termasuk memastikan bahwa data yang digunakan selalu diperbarui dan relevan, serta adanya forum reguler untuk membahas hasil pengukuran dan menyesuaikan kebijakan sesuai dengan perkembangan terbaru. Dengan langkah-langkah ini, Indeks Desa dapat menjadi alat yang efektif dalam mendorong pembangunan yang inklusif dan memastikan bahwa tidak ada desa yang tertinggal dalam proses pembangunan. (*)
***
*) Oleh : Fahmi Prayoga, S.E., Tenaga Ahli, Peneliti, dan Analis Kebijakan Publik SmartID.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Indeks Desa: Akhir Polemik dan Ambiguitas Indikator Kemajuan Pembangunan Desa
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |