TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Dalam sistem demokrasi, suara rakyat menjadi penentu utama dalam memilih pemimpin dan menentukan arah kebijakan suatu negara atau daerah. Oleh karen itu, pemilihan umum, termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), menjadi salah satu momen paling krusial dalam kehidupan demokrasi.
Pilkada bukan hanya sekadar proses pemilihan, tetapi juga cerminan dari kesehatan demokrasi itu sendiri. Pemilu yang adil, transparan, dan bebas dari kecurangan adalah syarat mutlak agar demokrasi dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuannya, yaitu menyejahterakan masyarakat.
Di tengah dinamika politik yang semakin kompleks, tantangan bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya semakin berat. Di sinilah pentingnya Kode Etik Jurnalis, yang menjadi landasan moral dan profesional bagi setiap jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya. Kode etik ini berfungsi sebagai pedoman yang mengatur bagaimana jurnalis harus bertindak, terutama saat meliput peristiwa-peristiwa penting terkait Pilkada 2024.
Banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama yang berkaitan dengan independensi dan integritas jurnalis. Salah satu tantangan terbesar adalah intervensi dari pemilik media dan oligarki politik. Di Indonesia, tidak sedikit media yang dimiliki oleh politikus atau pihak yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Hubungan ini sering kali mempengaruhi bagaimana berita disajikan kepada publik, dan jurnalis bisa saja dipaksa untuk menampilkan berita yang menguntungkan pihak tertentu.
Selain itu, tekanan ekonomi juga bisa menjadi godaan yang berat bagi jurnalis. Di tengah persaingan ketat dan tuntutan ekonomi, ada jurnalis yang tergoda untuk menyamarkan iklan politik sebagai berita, yang jelas melanggar kode etik. Menurut survei, banyak jurnalis yang bahkan tidak menyadari bahwa tindakan mereka telah melanggar kode etik, yang menunjukkan betapa pentingnya pemahaman yang mendalam tentang aturan-aturan ini.
Untuk menjaga dan memperkuat kode etik jurnalis, jurnalis perlu terus-menerus dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang kode etik agar mereka bisa menjalankan tugas mereka dengan baik. Dewan Pers dan organisasi jurnalis seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga memiliki peran penting dalam menegakkan kode etik. Mereka bisa bekerja sama dalam melakukan advokasi yang lebih efektif, sekaligus memastikan bahwa regulasi yang ada benar-benar mendukung independensi jurnalis dari intervensi politik dan ekonomi.
Selain itu, kebijakan dan regulasi terus mendukung serta memperkuat dalam menjalankan tugas. Misalnya, regulasi yang menjamin kesejahteraan jurnalis sehingga mereka tidak mudah tergoda oleh tekanan ekonomi yang bisa berujung pada pelanggaran kode etik. Pada akhirnya, demokrasi yang sehat hanya bisa tercapai jika semua pihak, termasuk pers, berkomitmen untuk menjunjung tinggi kejujuran dan integritas.
***
*) Oleh : Muhammad Dzunnurain, Mahasiswa Faculty of Teacher Training and Education, English Education Department Unisma.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Memahami Kode Etik Jurnalis dalam Mengawal Pilkada 2024
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |