https://banyuwangi.times.co.id/
Berita

Warga Pakel Banyuwangi Rindu Damai

Senin, 10 Juni 2024 - 21:56
Warga Pakel Banyuwangi Rindu Damai Suasana diskusi bertema “Menuju Pakel yang Damai dan Sejahtera” yang digelar Polresta Banyuwangi, di Omah Majapahit, Kelurahan Taman Baru. (Foto : Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)

TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Warga Desa Pakel, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, mengaku sangat merindukan kehidupan damai. Ungkapan perasaan tersebut terlontar dalam acara diskusi bertema “Menuju Pakel yang Damai dan Sejahtera” yang digelar di Omah Majapahit, Jalan Majapahit, Kelurahan Taman Baru, Banyuwangi, Senin (10/6/2024).

“Kami hanya ingin hidup damai. Ingin anak cucu kami bisa hidup tentram,” ucap Asbidin, warga Dusun Durenan, Desa Pakel.

Asbidin adalah salah satu warga Desa Pakel, yang hadir sebagai pemateri dalam diskusi yang diinisiatori Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol. Nanang Haryono, SH, SIK, M Si, tersebut.

Ikut tampil sebagai narasumber Rudi Priyantono, ahli waris bukti lama Surat Izin Pembukaan Lahan tahun 1929. Pria yang berdomisili di Dusun Taman Glugo, Desa Pakel, ini merupakan keturunan dari Senen. Dia adalah satu dari tiga nama yang tertera dalam surat terbitan era kolonial Belanda itu.

Ketua Forum Suara Blambangan (Forsuba), H Abdillah Rafsanjani, selaku pendamping ahli waris pun ikut dihadirkan. Narasumber keempat adalah Eko Prianggono, Staf Seksi Perkara dan Sengketa, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi.

Senada dengan Asbidin, dihadapan puluhan awak media, Rudi Priyantono, selaku ahli waris bukti lama Surat Izin Pembukaan Lahan tahun 1929, juga berharap tak ada lagi konflik di kampung halamannya. Demi kemajuan Desa Pakel, dia meminta pemerintah dan Polresta Banyuwangi, bisa melakukan penegakan supremasi hukum pada upaya-upaya pelanggaran pidana.

“Kami berharap bisa hidup tenteram, damai dan Desa Pakel semakin maju,” cetusnya.

Dalam forum, Rudi, sapaan akrabnya, juga menyampaikan bahwa dia menilai tanah perkebunan di Desa Pakel merupakan tanah negara.

“Karena Akta 1929 atau Surat Izin Pembukaan Lahan tahun 1929 belum pernah didaftarkan ke BPN. Jadi menurut saya, tanah Perkebunan di Desa Pakel adalah tanah negara,” ungkapnya.

Rudi menganggap, akar dari polemik berkepanjangan di Desa Pakel adalah Akta 1929. Bukti lama itu menurutnya dipegang oleh salah satu oknum pentolan kelompok masyarakat yang kini menduduki Perkebunan PT Bumisari Maju Sukses (PT Bumisari) di wilayah administrasi Desa Pakel.

“Agar konflik lekas usai, rencananya saya selaku ahli waris akan berkirim surat meminta agar bukti lama Akta 1929 dikembalikan kepada saya,” katanya.

Ketua Forsuba, H Abdillah Rafsanjani, mengaku sepakat dengan upaya Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol. Nanang Haryono, SH, SIK, M Si, dalam mewujudkan kondusifitas Desa Pakel. Dia juga mendukung program tali asih yang diinisiatori Kapolresta. Di mana setiap warga ber KTP Desa Pakel, berhak atas bantuan Rp3 juta dari PT Bumisari serta fasilitas lainnya. Seperti bisa ikut bekerja di perkebunan, serta diperbolehkan melakukan aktivitas pertanian dibawah tegakan atau dibawah tanaman komoditi perkebunan.

“Untuk mendukung Pak Kapolresta Banyuwangi, saya juga telah mengirimkan surat somasi kepada pihak yang sedang menguasai tanah perkebunan di wilayah Desa Pakel,” ucap Abdillah.

“Karena setahu saya, dalam menguasai lahan perkebunan di Desa Pakel, mereka menggunakan surat milik Forsuba,” imbuhnya.

Demi kondusifitas, lanjut Abdillah, dia meminta pihak yang saat ini menduduki perkebunan di Desa Pakel untuk segera meninggalkan tempat. Karena menurutnya, pihak yang sedang bersengketa adalah antara Forsuba selaku pendamping ahli waris dengan PT Bumisari.

“Jadi pihak yang tidak punya kewenangan dan tidak berkepentingan kami minta untuk meninggalkan lokasi. Demi menjunjung tinggi penegakan supremasi hukum, kami minta Bapak Kapolresta Banyuwangi, untuk melakukan tindakan tegas,” tandas Abdillah.

Sementara itu, Staf Seksi Perkara dan Sengketa BPN Banyuwangi, Eko Prianggono, menjabarkan tentang asal muasal terbitnya Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan Perkebunan PT Bumisari.

“HGU terbit atas adanya permohonan,” katanya.

Menurutnya, jika dalam terbitnya sebuah HGU terdapat sengketa, maka penyelesaian bisa dilakukan melalui beberapa cara. Yakni bisa melalui mediasi. Kedua, jika mediasi tidak ada titik temu, para pihak bisa melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN).

“BPN akan patuh pada putusan PN,” jelas Eko.

Terkait hak lama Akta 1929, lanjutnya, bisa didaftarkan ke BPN Banyuwangi. Namun dengan catatan, untuk diproses, persyaratannya harus lengkap. Serta tidak dalam sengketa.

“Harapan kami, konflik di Desa Pakel segera berakhir. Masalah selesai dengan tanpa meninggalkan masalah lain,” ujar Eko.

Rencananya, diskusi serupa akan kembali digelar oleh Polresta Banyuwangi, dengan menghadirkan narasumber kompeten. Tujuannya untuk membangun kesepahaman para pihak serta seluruh elemen masyarakat Bumi Blambangan. Upaya tersebut dilakukan mengingat terindikasi adanya pihak tak bertanggung jawab yang terus memelintir dan tidak menginginkan terciptanya kondusifitas di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Banyuwangi. (*)

Pewarta : Syamsul Arifin
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Banyuwangi just now

Welcome to TIMES Banyuwangi

TIMES Banyuwangi is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.