TIMES BANYUWANGI, JAKARTA – Seorang analis mengatakan, saat ini sudah tidak ada lagi yang peduli dengan nasib 100-an sandera Israel yang disandera di Gaza, dan Hamas menggunakan taktik Baru yang mengerikan.
"Pemerintahan Israel saat ini sudah tidak tertarik dengan kesepakatan pembebasan sandera apa pun,” kata analis senior Palestina di Crisis Group, lembaga pemikir yang berpusat di Brussels, Tahani Mustafa, seperti yang disampaikannya kepada CNN. "Saya rasa mereka tidak lagi menganggapnya sebagai kartu remi yang penting," tambahnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, meski telah mendapat tekanan baik dari luar maupun unjukrasa ratusan ribu rakyatnya agar segera membuat kesepakatan dengan Hamas untuk gencatan senjata dan pembebasan sandera, juga sudah tidak peduli lagi.
Bahkan dengan sikap menantang Benjamin Netanyahu menyatakan akan terus berperang dan dengan lantang. Ia juga menyatakan tidak ada yang bisa mengkhotbahi-nya soal ini.
Di sisi lain, Benjamin Netanyahu juga mendapat ancaman dari anggota sayap kanan koalisinya yang menyatakan akan menjatuhkan pemerintahannya jika ia mengakhiri perang.
Hamas sendiri, dengan memanfaatkan kemarahan publik di Israel atas ketidakmampuan Benjamin Netanyahu untuk membawa pulang sandera yang tersisa itu, telah merilis gambar bergaya komik dari sosok yang berlutut diancam dengan pistol.
Kemudian diikuti dengan video Eden Yerushalmi, 24, seorang bartender di festival musik Nova dan salah satu dari enam sandera yang menurut Israel ditembak dari jarak dekat saat ditawan Hamas minggu lalu sebelum pasukan Israel dapat menjangkau mereka.
"Para pemimpin Israel saja sudah tidak peduli lagi terhadap nasib para sandera itu, apalagi Hamas," kata analis lainnya.
Hamas bahkan kini telah mengisyaratkan pembukaan babak baru yang mengerikan dalam perang yang sudah brutal ini.
Hamas mengeluarkan pengumumannya bahwa para militan yang menjaga sandera Israel di gedung-gedung dan terowongan Gaza telah diberi "instruksi baru" untuk membunuh mereka, jika pasukan Israel mendekat.
Dalam sebuah pernyataan Senin malam, juru bicara Hamas, Abu Obaida mengatakan instruksi baru tersebut diberlakukan setelah sebuah "insiden" di Nuseirat, yang tampaknya merujuk pada operasi Pasukan Pertahanan Israel pada bulan Juni yang menyelamatkan empat sandera Israel dari sebuah kamp pengungsi di Gaza tengah.
Serangan itu, yang menewaskan 274 warga Palestina, terjadi pada tengah pagi ketika jalan-jalan dipenuhi orang-orang yang berbelanja di pasar terdekat. Beberapa penculik tewas, dan IDF berhasil menyelamatkan para sandera tanpa cedera, yang semakin melemahkan pengaruh Hamas dalam negosiasi dengan Israel.
Hamas juga mengatakan, akan menayangkan rekaman yang digambarkannya sebagai "pesan terakhir" dari lima sandera yang tersisa.
Hamas telah merilis video kedua pada Selasa lalu yang menampilkan Ori Danino, seorang pria berusia 25 tahun yang diculik dari festival musik Nova pada 7 Oktober.
Danino telah membantu pengunjung festival lainnya melarikan diri dari kengerian itu.
Tidak jelas kapan rekaman itu direkam, atau apakah video tersebut dimaksudkan untuk digunakan dengan cara ini.
Taktik baru Hamas yang menurut keluarga Yerushalmi sama dengan "teror psikologis", akan semakin mengobarkan kemarahan di masyarakat Israel.
Beberapa hari terakhir, rakyat Israel telah memadati beberapa kota di Israel, mereka bergabung berunjukrasa menyalahkan Benjamin Netanyahu karena, menurut pandangan mereka, mengorbankan warga negara Israel untuk tetap berkuasa.
Setelah pemogokan umum yang hampir melumpuhkan negara pada hari Senin, ribuan pengunjuk rasa kembali turun ke jalan pada hari Selasa, dengan demonstrasi di Yerusalem, Tel Aviv, Hod HaSharon, Haifa, Herzliya, dan Ra'anana.
Di Tel Aviv, sebagian besar massa berkumpul di luar Gerbang Begin di Kirya, markas besar militer, sebuah tempat yang telah disediakan bagi para demonstran termasuk keluarga sandera untuk berkumpul.
Namun, masih belum jelas apakah demonstrasi kemarahan publik seperti itu akan memaksa Benjamin Netanyahu mau mengubah sikapnya terhadap perang di Gaza.
Beberapa analis mengatakan bahwa tidak seperti sebelumnya dalam perang ini, Hamas mungkin tidak lagi percaya bahwa menyandera orang akan memberinya pengaruh terhadap Israel.
Terus Membunuh
Pasukan Israel, sampai hari ini terus menerus melakukan pembunuhan terhadap warga sipil Palestina.
Selain membunuh warga Palestina, tentaranya dengan menggunakan pesawat tempur dan buldoser dengan brutal telah menghancurkan leburkan bangunan bahkan tenda-tenda para pengungsi.
Pada akhir bulan Mei, Hamas dan Israel hampir mencapai kesepakatan yang akan melihat penarikan pasukan Israel dari Gaza, pembebasan sekitar 90 tawanan yang ditahan di Gaza oleh kelompok bersenjata dan pembebasan ratusan warga Palestina dari penjara Israel.
Namun, Benjamin Netanyahu kemudian tiba-tiba menambahkan empat syarat yang tidak bisa dinegosiasikan, termasuk mempertahankan kendali atas Koridor Philadelphia , jalur tanah sepanjang 14 km (8,5 mil) yang berbatasan dengan Mesir.
Pada hari Senin, Netanyahu menegaskan kembali bahwa poros kejahatan membutuhkan Koridor Philadelphia. "Dan karena alasan itu, kita harus mengendalikannya," kata dia.
Meskipun Netanyahu baru-baru ini mulai bersikeras agar Israel mempertahankan kehadiran militer di koridor tersebut demi alasan keamanan, namun Hamas telah lama menegaskan bahwa usulan tersebut tidak akan diterima.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant dilaporkan mengatakan kepada Netanyahu bahwa bersikeras pada kondisi ini berarti "tidak akan ada kesepakatan dan tidak akan ada sandera yang dibebaskan". (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Sandera Dikesampingkan, Hamas Gunakan Taktik Baru
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |