TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Kelenteng Hoo Tong Bio Banyuwangi, mempunyai tradisi unik sebagai penanda ulang tahun dan juga meryakan hari kebesaran Yang Mulia (YM) Kongco Tan Hu Cin Jin yang ke-241. Mereka menggelar wayang kulit selama semalam suntuk mulai tanggal 24 hingga 25 Februari 2025.
Ketua Tempat Ibadah Tri Dharma (TTID) Hoo Tong Bio Banyuwangi, Sylvia Ekawati, menjelaskan bahwa pagelaran wayang kulit merupakan tradisi turun temurun dari kelenteng yang terletak di Kelurahan Karangrejo, Banyuwangi, Jawa Timur, itu.
“Pagelaran wayang kulit dipilih sebagai sarana untuk melestarikan budaya lokal sekaligus memberikan tontotan gratis bagi masyrakat,” kata Sylvia sapaan akrabnya, Senin (24/2/2025).
Pada tahun ini, dalang kondang Ki Heri Prasetyo, didapuk untuk memimpin pertunjukan yang berlangsung dengan membawakan lakon “Tumurune Wahyu Kemenangan”, yang sarat dengan pesan moral dan spiritual.
Lakon tersebut, mengisahkan tentang perjuangan untuk mencapai kemenangan melalui kebijaksanaan, ketekunan, berpegang teguh pada nasehat leluhur dan ketulusan hati.
Dalam kisah tersebut juga menggambarkan bagaimana wahyu atau anugerah dari Yang Maha Kuasa turun kepada mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh dan memiliki niat yang suci.
Pesan moral yang terkandung dalam lakon tersebut, tentunya sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari, terutama dalam menghadapi tantangan dan rintangan.
“Kami ingin merayakan hari besar ini dengan cara yang bermakna dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama,” ujar Sylvia.
Selain pagelaran wayang kulit, rangkaian acara juga meliputi bakti sosial pembagian sembako untuk warga sekitar kelenteng, sembahyang untuk menyambut peringatan ke-241 hari kebesaran YM Kongco Tan Hu Cin Jin, atraksi liong dan barongsai, dan upacara sembahyang hari kebesaran.
“Dengan adanya pagelaran wayang kulit ini, kami berharap masyarakat dapat lebih menghargai keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Semoga kegiatan ini bisa menjadi pengikat tali persaudaraan di antara semua umat beragama dan tetap guyup rukun,” tutur Sylvia.
Pagelaran wayang kulit di Kelenteng Hoo Tong Bio ini menjadi bukti bahwa keberagaman budaya di Indonesia dapat hidup berdampingan dengan harmonis dan saling menghormati satu sama lain.
Harapannya, tradisi ini dapat terus diwariskan kepada generasi berikutnya sebagai bentuk pelestarian budaya dan penghormatan terhadap leluhur. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |