TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Antusiasme yang tinggi mewarnai Festival Gandrung Sewu Banyuwangi 2024, sebuah perayaan budaya yang digelar oleh Pemkab Banyuwangi untuk melestarikan seni tari tradisional.
Setiap Tahun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggelar festival tari, Gandrung Sewu yang dibawakan oleh sekitar 1.500 penari dari berbagai usia.
Di awali sejak 2012, pagelaran kolosal Gandrung Sewu tak lepas dari sentuhan tangan dingin para koreografer dan pencipta tari di Banyuwangi.
Mengapresiasi karya-karya kreatif tersebut, digelarlah Festival Gandrung Sewu Dari Masa ke Masa yang menampilkan Gandrung Sewu hasil ciptaan seniman tari Banyuwangi dari tahun ke tahun.
Mulai dari Gandrung Sewu 2012 besutan Soemitro Hadi hingga Gandrung Sewu yang terakhir.
Festival ini sendiri diikuti sekitar 2.000 penari dari berbagai daerah di Jawa dan Bali.
Antusiasme yang tinggi dari peserta, festival tari ini pun digelar selama tiga hari mulai 21 hingga 23 Desember 2024 di Gelora Seni Budaya (Gesibu) Blambangan.
Ketua penyelenggara Festival Gandrung Masa ke Masa, Sabar Harianto, mengungkapkan antusiasme peserta sangat tinggi karena Gandrun Sewu telah menjadi magnet tersendiri bagi para penari.
"Tidak hanya dari Banyuwangi, peserta juga datang dari daerah lain seperti Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto hingga Bali. Ini menunjukkan Gandrung telah menjadi budaya nasional," tutur Sabar yang juga maestro seni Banyuwangi itu, Rabu (25/12/2024).
Ditambahkan dia, festival ini menampilkan karya para pencipta Tari Gandrung, khususnya yang terlibat dalam event Festival Gandrung Sewu dari masa ke masa.
Sabar lalu menyebut ada Gandrung Kembang Menur yang merupakan karya Soemitro Hadi di awal-awal Gandrung Sewu. Lalu ada pula Gandrung Sewu hasil ciptaan dan koreografer dari Subari, Patih Senawangi, Kuwung Wetan, termasuk Gandrung karya Sabar sendiri.
“Jadi tari Gandrung yang ditampilkan bermacam-macam. Ada yang Paju Gandrung, Jaran Dawuk, Kembang menur, hingga Gandrung Seblang Lukinto,” jelas Sabar.
Gandrung merupakan kesenian asli Banyuwangi dalam bentuk tarian dan nyanyian.
Dalam perkembangannya, Gandrung banyak mengalami dinamika perubahan yang terjadi. Perkembangan antara lain nampak dalam perubahan kostum, penambahan alat musik, dan memasukkan lagu-lagu yang digemari oleh masyarakat.
Termasuk pula tema yang diangkat Gandrung Sewu yang mengacu pada fase dalam pertunjukan Gandrung, yakni Jejer, Paju, Repenan dan Seblang-Subuh.
“Jadi sebenarnya sangat beragam. Kami mengapresiasi hasil karya para seniman tari tersebut dan kita tampilkan ulang,” kata Sabar.
Ditambahkannya, ajang ini diikuti penari dari beragam usia, mulai SD, SP, SMA hingga masyarakat umum. Festival ini sekaligus menjadi ajang kompetisi bagi para penari.
"Dewan juri yang menilai juga dari kalangan profesional dan maestro-maestro seni Banyuwangi," jelasnya.
Sementara itu, Bupati Ipuk Fiestiandani Azwar Anas menyampaikan rasa bangganya terhadap semangat anak muda yang turut serta dalam melestarikan budaya Banyuwangi melalui festival ini.
"Ini adalah wujud kecintaan terhadap budaya kita sendiri, khususnya Tari Gandrung. Semakin banyak yang ikut festival menunjukkan Gandrung akan tetap selalu digandrungi oleh warga Banyuwangi," kata Ipuk. (*)
Pewarta | : Ninda Tamara (MG-257) |
Editor | : Imadudin Muhammad |