TIMES BANYUWANGI, JAKARTA – Korea Selatan tengah menghadapi krisis politik yang mengguncang stabilitas nasional setelah Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan oleh parlemen pada Sabtu (9/12/2024). Pemakzulan diambil melalui pemungutan suara yang menghasilkan 204 suara setuju berbanding 85 suara menolak.
Pemakzulan terjadi setelah upaya Presiden Yoon untuk memberlakukan darurat militer beberapa hari lalu. Langkahnya menuai kontroversi dan memecah partai politiknya.
Dampak Pemakzulan
Presiden Yoon, diberhentikan dari tugas resminya pada pukul 19.24 waktu setempat. Ia menegaskan tidak akan menyerah. "Saya tidak akan pernah menyerah. Stabilitas dalam fungsi pemerintahan harus dijaga selama masa jeda ini," ujarnya dalam pernyataan resminya.
Selama masa penangguhan ini, Perdana Menteri Han Duck-soo bertindak sebagai presiden sementara.
Nasib Presiden Yoon kini ada di keputusan Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini punya waktu hingga 180 hari untuk memutuskan apakah Yoon akan dipecat secara permanen atau dikembalikan ke jabatannya. Jika Mahkamah Konstitusi mengesahkan pemakzulan tersebut, Korea Selatan akan menggelar pemilu dalam waktu 60 hari untuk memilih pemimpin baru.
Han Duck-soo menyatakan keprihatinannya atas situasi ini namun berjanji akan memastikan stabilitas pemerintahan. "Hati saya sangat berat, tetapi saya akan melakukan yang terbaik untuk menjaga pemerintahan tetap berjalan dengan stabil," ujarnya kepada media.
Pemicu Pemakzulan
Langkah Presiden Yoon untuk memberlakukan darurat militer menjadi masalah utama dibalik krisis politik yang terjadi saat ini. Darurat mliiter yang diputuskan lewat dekrit tersebut, diberlakukan hanya selama enam jam. Keputusan kontroversial itu dinilai melanggar konstitusi karena dilakukan di luar kondisi darurat nasional yang sudah ditetapkan berdasarkan UU di Korsel.
Penentangan parlemen terhadap langkah tersebut memaksa Yoon mencabut dekritnya. Namun dampaknya sudah meluas, mengguncang pasar finansial dan diplomasi internasional.
Parlemen menuduh Yoon melakukan pemberontakan dengan cara mengancam perdamaian Republik Korea melalui serangkaian tindakan yang mengganggu tatanan konstitusi. Yoon juga diduga memobilisasi aparat militer dan kepolisian untuk menghambat pemungutan suara di parlemen, meskipun tidak terjadi kekerasan besar selama proses tersebut.
Kasus ini kini masih dalam penyelidikan pihak berwenang. Bila terbukti, ada kemungkinan tuntutan pidana atas pemberontakan, penyalahgunaan kekuasaan, dan pelanggaran lainnya. Jika terbukti bersalah atas pemberontakan, Yoon menghadapi ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Demonstrasi dan Dukungan yang Terbelah
Pemakzulan Yoon mendapat reaksi beragam dari masyarakat. Ratusan ribu pendukung oposisi berkumpul di luar parlemen untuk merayakan keputusan ini dengan sorak-sorai, spanduk, dan bahkan tongkat cahaya khas K-pop. "Kita telah melestarikan tatanan konstitusional," ujar seorang aktivis utama di tengah kerumunan.
Namun, di sisi lain, pendukung konservatif Yoon juga mengadakan unjuk rasa di Seoul. Suasana mereka berubah setelah mendengar berita pemakzulan. Meskipun kedua belah pihak terus menyuarakan aspirasi mereka, aksi unjuk rasa ini sebagian besar berjalan damai.
Perkembangan Kebijakan Luar Negeri
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan memastikan bahwa kebijakan luar negeri negara itu, tetap berpihak pada aliansi dengan Amerika Serikat meski terjadi pemakzulan. Sejumlah pejabat tinggi Korea Selatan telah bertemu dengan diplomat dari Amerika Serikat, Jepang, dan China untuk menjelaskan situasi politik yang sedang terjadi saat ini.
Tren Pemakzulan di Korea Selatan
Pemakzulan Yoon menandai kedua kalinya dalam tujuh tahun seorang presiden konservatif Korea Selatan diberhentikan melalui proses ini. Pada 2017, Presiden Park Geun-hye juga dilengserkan dari jabatannya atas skandal korupsi besar-besaran.
Meski Presiden Yoon kehilangan dukungan mayoritas, ia tetap menegaskan, "Perjalanan saya dengan rakyat selama dua setengah tahun terakhir tidak boleh terhenti." Sementara itu, seluruh dunia menantikan keputusan akhir dari krisis politik ini, yang tidak hanya akan menentukan arah pemerintahan Korea Selatan, tetapi juga stabilitas kawasan Asia Timur.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Presiden Yoon Suk Yeol Dimakzulkan, Nasibnya Bergantung Keputusan Mahkamah Konstitusi
Pewarta | : Faizal R Arief |
Editor | : Faizal R Arief |