TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Jarum jam masih menunjukkan pukul 03:00 WIB. Pagi itu, aroma tumisan menggoda keluar dari sebuah dapur sederhana di sudut Dusun Krajan, Desa Seneporejo, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi. Sementara sebagian besar warga masih lelap di balik selimut, seorang ibu sudah bersiap menyambut hari dengan kesibukan khasnya memasak.
Namanya Sumiyati, usia 43 tahun. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya, rumah yang biasanya sunyi hanya dihuni empat orang, kini berubah menjadi tempat tinggal sementara bagi prajurit berseragam loreng selama TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) yang berlangsung di dekat rumahnya.
“Biasanya rumah ini sepi, sekarang rame. Rasanya senang Mas,” kata Sumiyati di tengah hiruk-pikuk dapurnya yang pagi itu menyiapkan sarapan prajurit TNI.
Bau bawang merah yang juga baru saja ditumis menyapa dari sudut dapur. Tangannya bergerak lincah menabur bumbu, menyisipkan rasa pada masakan yang ia siapkan dengan sepenuh hati.
Tak ada permintaan khusus dari para anggota TNI. Menu harian sepenuhnya Sumiyati tentukan sendiri. Kadang sayur bening, lodeh, atau tumis kacang panjang ditemani sambal terasi. Pujian kecil dari para abdi negara itu sudah cukup membuatnya bersemangat.
Suasana dapur itu sederhana, tapi penuh cerita. Di sinilah hangatnya kebersamaan antara rakyat dan tentara bermula. Bukan melalui apel pagi, tapi lewat sepiring nasi hangat dan lauk sederhana buatan tangan seorang ibu desa.
Bukan hanya soal makan. Di rumah itu, meja makan tak hanya jadi tempat mengisi perut, tapi juga ruang kecil tempat bercerita ringan. Tentang keluarga, kampung halaman, atau sekadar canda gurau setelah seharian bekerja membangun desa.
Nampak satu dua prajurit ikut membantu di dapur. Memotong sayur, menyapu lantai, atau sekadar menyodorkan piring yang baru dicuci. Tidak ada jarak. Yang ada hanya rasa saling menghormati dan menghargai.
Senyum Sumiyati merekah saat mengenang pengalaman belanja ke pasar sambil dibonceng prajurit TNI. Sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Maklum, selama ini tak ada satu pun anggota keluarga yang berlatar belakang militer.
“Enggak pernah terbayang sebelumnya. Gimana ya rasanya, ada bangganya gitu loh,” ujar Sumiyati sambil tertawa kecil bersimpuh malu.
Selama TMMD, Sumiyati seolah menemukan keluarga baru. Handai tolan dalam bentuk para prajurit muda yang tak hanya membangun desa, tapi juga membawa semangat gotong royong dan rasa hormat yang tulus kepada warga.
Dari rumah dan di balik dapur kecilnya, Sumiyati menyaksikan bagaimana kehadiran para prajurit mengubah bukan hanya jalan dan fasilitas desa, tapi juga hatinya sendiri.
“Rasanya rumah ini sekarang lebih hidup. Lebih bersih juga, karena dibantu terus. Kayak punya keluarga rame-rame,” cetusnya.
Bagi Serda Imam Turmudzi, salah satu anggota TNI yang bermalam di rumah Sumiyati, keramahan warga menjadi pengalaman berharga. Menurutnya, warga menyambut para prajurit dengan tangan terbuka dan hati yang tulus.
“Masyarakat sini nerimo (menerima) banget. Kami sering dikasih telo (singkong), pisang, kadang juga jeruk. Alhamdulillah, semua (masyarakat) menerima dengan senang hati,” ucap pria asal Jombang yang tergabung di kesatuan Yon Armed 8/Udhata Yudha Jember itu.
Kisah Sumiyati dan para prajurit hanyalah potret kecil dari napas TMMD. Program yang berlangsung sejak 23 Juli hingga 21 Agustus 2025 di Desa Kesilir ini, bukan hanya soal pembangunan fisik seperti jembatan, sumur bor, dan renovasi rumah tidak layak huni.
Melainkan, juga kegiatan non-fisik seperti penyuluhan wawasan kebangsaan, edukasi pertanian, sosialisasi bahaya narkoba, hingga layanan kesehatan. Semuanya berlandaskan gotong royong dan kedekatan warga dengan TNI.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, mengatakan bahwa TMMD merupakan wujud nyata semangat gotong royong dan sinergi lintas sektor dalam membangun desa.
“Ini adalah bentuk gotong royong yang sangat lengkap. Di sini hadir TNI, masyarakat, tokoh-tokoh adat, hingga pemerintah daerah. Tidak ada ego sektoral, semua punya peran,” katanya.
Menurut orang nomor satu di Bumi Blambangan tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi siap mendukung penuh pelaksanaan TMMD karena dinilai mampu memberikan dampak langsung terhadap peningkatan fasilitas publik dan kualitas hidup masyarakat.
“Manfaat dari kegiatan ini akan kembali dirasakan oleh warga Banyuwangi secara luas, terutama di wilayah pedesaan. Ya kami berharap dengan TMMD ini menjadi momen bersatunya seluruh stakeholder dan masyarakat,” tuturnya.
Senada dengan Ipuk, Dansatgas TMMD ke-125 Kodim 0825/Banyuwangi, Letkol (Arh) Joko Sukoyo, S.Sos., M.Han., mengatakan bahwa TMMD bukan sekadar program pembangunan infrastruktur desa, melainkan wujud nyata kemanunggalan TNI bersama rakyat.
“Manunggal artinya menyatu. Kami tidak hanya hadir untuk membangun jalan atau jembatan, tapi juga membangun kepercayaan, kedekatan, dan semangat gotong royong bersama masyarakat,” ungkapnya.
Menurut mantan Komandan Batalyon Arhanud 10/Agni Buana Cakti itu, kehadiran para prajurit di tengah-tengah warga, tinggal dan hidup bersama, menjadi bagian penting dalam memperkuat hubungan emosional antara TNI dan rakyat.
“Dengan tinggal bersama warga seperti di rumah Sumiyati ini, prajurit kami belajar memahami langsung denyut kehidupan masyarakat. Di situlah rasa saling memiliki tumbuh,” tuturnya.
Di rumah Sumiyati, TMMD tak sekadar dari program pembangunan. Ia menjelma menjadi cerita tentang kedekatan, tentang kehangatan yang tumbuh perlahan dari keseharian yang sederhana.
Dan benar saja, pagi yang biasanya sunyi kini berubah menjadi riuh oleh langkah-langkah penuh semangat dan tawa ringan dari para prajurit berseragam loreng.
Rumah yang semula sepi, kini tak hanya jadi tempat berteduh, tapi juga tempat bertumbuhnya rasa kekeluargaan. Semua bermula dari dapur, dari piring-piring yang disusun rapi, dari lauk sederhana yang dimasak penuh cinta.
Di sanalah makna “Manunggal” benar-benar hidup. Bukan hanya dibangun dengan batu dan semen, tetapi dengan rasa, canda, dan cinta. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |